REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi The Habibie Center Umar Juoro menilai, pengelola kawasan Batam, Kepulauan Riau harus bisa memberikan pelayanan profesional kepada investor. Hal itu guna meningkatkan kembali Batam sebagai motor perekonomian nasional.
Komentar tersebut terkait dengan polemik peleburan Badan Pengusahaan (BP) Batam dengan Pemkot Batam dan menjadikan Walikota Batam sebagai ex-officio BP Batam. "Sebetulnya bagi investor, tidak peduli apakah Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang mengetuai (BP Batam). Yang penting, pengelolanya profesional," kata Umar dalam diskusi bertajuk "Menakar Masa Depan Batam Pasca Pengalihan BP Batam" di Jakarta, Rabu (19/12).
Umar mengatakan, persoalan dualisme antara BP Batam dan Pemkot Batam kerap dikeluhkan oleh investor. Hal ini berkaitan dengan permasalahan ketidakpastian regulasi. Padahal, Umar meyakini, Batam tetap menarik lantaran lokasinya yang strategis.
Umar menyampaikan, perekonomian Batam yang terangkum dalam pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau mengalami perlambatan. Daerah yang sebelumnya kerap menikmati pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari pertumbuhan nasional itu justru hanya tumbuh 2,01 persen pada 2017.
Umar menyarankan, BP Batam perlu diperkuat dengan memperjelas pembagian kewenangan dengan Pemkot Batam. Menurutnya, Pemkot Batam bisa mengusulkan untuk mengurus pulau Rempang dan Galang dan menjadikannya sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
"Sehingga BP Batam bisa lebih berkonsentrasi pada kawasan yang lebih strategis. Dia juga sudah melepaskan rumah sakit dan lain-lain yang sifatnya pelayanan publik itu diambil oleh Pemkot," kata Umar.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit juga menilai, hal terpenting dari pengembangan Batam adalah pelayanan yang lebih baik dari operator BP Batam.
"Jadi perlu dikaji lebih dalam dan paling penting diskusi dengan pelaku," kata Anton.