REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat perdagangan internasional dari Universitas Indonesia Fithra Faisal menilai, pemerintah perlu memperbaiki produktivitas perekonomian Indonesia dengan memacu industri manufaktur. Hal itu ujarnya guna mendorong kinerja ekspor.
"Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB secara persisten turun. Ini menyebabkan kinerja ekspor kita tidak terlalu tinggi," kata Fithra ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (17/12).
Fithra mengatakan, pemerintah perlu serius beranjak dari ekspor yang minim nilai tambah menjadi produk bernilai tambah tinggi. Hal itu bisa diraih dengan menggenjot industri manufaktur.
Seperti diketahui, porsi manufaktur saat ini mengalami tren penurunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), porsi manufaktur dalam PDB kuartal III 2018 adalah sebesar 19,66 persen. Angka itu turun dibandingkan porsi manufaktur dalam PDB kuartal II 2018 yang sebesar 19,8 persen dan PDB kuartal III 2017 yang sebesar 19,93 persen.
Pertumbuhan industri manufaktur nonmigas pada kuartal III 2018 mencapai 5,01 persen (yoy). Angka pertumbuhan itu lebih baik dibandingkan pertumbuhan pada kuartal II 2018 yang sebesar 4,27 persen (yoy). Namun, itu masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada kuartal III 2017 yang sebesar 5,46 persen.
Fithra mengatakan, pemerintah sudah berupaya memperbaiki kinerja manufaktur dengan giat membangun infrastruktur sejak 2014. Namun, Fithra menilai, efektivitasnya dalam mendorong manufaktur masih minim.
"Infrastruktur memang dibutuhkan karena industri kita terpuruk juga karena infrastruktur terbatas. Tapi, tidak sembarangan. Tidak perlu juga terlalu banyak bangun jalan tol. Apalagi kalau daya ungkitnya pada perekonomian tidak tinggi," kata Fithra.