REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Catatan perekonomian Indonesia pada 2018 diklaim positif dengan inflasi yang dijaga di level tiga persen dan pertumbuhan ekonomi di atas lima persen. Apalagi perekonomian global dalam kondisi tidak bersahabat.
Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Destry Damayanti mengatakan, catatan baik tercermin dari fiskalnya berupa kebijakan yang sngat prudent dan lebih produktif. Begitu juga dengan defisit budget yang diperkirakan lebih rendah dari perkiraan awal, mencapai 2,2 persen.
"Saya melihat ada suatu prestasi juga khususnya dari penerimaan pajak," ujar dia, Rabu (12/12). Meski pencapaian pajak tidak mencapai 100 persen, namun pencapaian prognosa tahun ini di atas 90 persen.
Sedangkan dari kebijakan monitor, Bank Indonesia (BI) sangat percaya diri menyikapi kondisi sekarang. Seperti diketahui, harga komoditas global begitu melejit tinggi dan ada kenaikan suku bunga yang cukup agresif. Namun, BI bisa dengan tenang mengeluarkan kebijakan pre-emptive. Begitu juga dengan kebijakan menjaga stabilitas rupiah yang baik dan direspons positif oleh pasar.
"Jadi overall kami melihat dari sisi pencapaian ekonomi 2018 ini sudah on track," katanya. Catatan baik ini menjadi dasar yang kuat untuk membuat perekonomian Indonesia optimistis lebih baik pada 2019.
Tantangan yang dihadapi perekonomian tahun ini merupakan eksternal seperti Amerika Serikat dan Cina yang terlibat perang dagang dan mempengaruhi nilai tukar rupiah. Menurutnya, kondisi ketidakpastian global juga menjadi hal yang perlu diwaspadai pada tahun depan terutama AS dan Cina. Pada 2019 diperkirakan akan terjadi kenaikan suku bunga 22 kali atau sekitar 40 basis poin.
Kedua, ia melanjutkan, adalah Cina yang terus mengalami perlambatan ekonomi sehingga membuat negara itu melakukan ekspansi kemana-mana. Cina merupakan negara yang tumbuh dengan banyaknya investasi dan eskpor, namun perlambatan membuat investasinya akan keluar.
"Dia pasti akan mencari market baru, itu menjadi pesaing industri UMKM kita," ujarnya.
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah akan mulai mengurangi pengeluaran infrastrukturnya dan beralih ke pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kesehatan dan pendidikannya. Dengan begitu, peningkatan skill SDM dan pelaku UMKM bisa meningkat dan mampu berdaya saing.