Senin 10 Dec 2018 18:00 WIB

Likuiditas Perbankan Syariah Ikut Mengetat, Ini Kata OJK

Perbankan syariah dapat mencari pendanaan lewat penerbitan sukuk

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Perbankan syariah (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Perbankan syariah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengetatan likuiditas menjadi salah satu tantangan perbankan tahun depan, tidak hanya bagi bank konvensional tapi juga bank syariah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, hal itu tidak lepas dari perkembangan kondisi di level global.

"Jadi kalau Amerika Serikat (AS) menaikkan suku bunga, Indonesia akan berhadapan dengan nilai tukar lalu suku bunga naik. Itu biasanya men-trigger pengetatan likuiditas," ujar Deputi Komisioner Pengaturan dan Pengawasan Integrasi OJK Imansyah kepada wartawan di Jakarta, Senin (10/12).

Meski begitu, otoritas tetap berharap likuiditas masih ada pada 2019. "Biasanya indikator bank terkait likuiditas masih pakai LDR (Loan to Depocit Ratio) untuk konvensional atau FDR (Financing to Depocit Ratio) untuk syariah. Kalau indikator itu sudah di atas 90 persen maka sudah ketat," kata Imansyah.

Hanya saja menurutnya, bila bank menggunakan indikator lain dalam menentukan rasio likuiditas. Maka sebenarnya tidak ada masalah dengan likuiditas di sektor jasa keuangan.

Maka ia menuturkan, pendanaan bank tidak bisa lagi hanya mengandalkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK). Bank syariah misalnya, dapat mencari pendanaan lewat penerbitan sukuk.

"Jadi banyak yang bisa dilakukan. Diharapkan, banyak peran serta dari induk-induk bank-bank syariah," ujar Imansyah.

Pada kesempatan tersebut, dirinya menegaskan, OJK memiliki komitmen besar dalam mengembangkan ekonomi syariah. Di antaranya dengan membentuk Roadmap Keuangan Syariah Indonesia 2017-2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement