Senin 10 Dec 2018 15:13 WIB

Relaksasi DNI di Bidang Survei Diminta Dibatalkan

Usaha jasa survei nasional telah diakui internasional.

Diskusi yang digelar Program Magister Adminitrasi Publik Universitas Nasional, Jakarta, Senin (10/12), mengambil tema
Foto: Unas
Diskusi yang digelar Program Magister Adminitrasi Publik Universitas Nasional, Jakarta, Senin (10/12), mengambil tema "Menimbang Ulang Kebijakan Pemerintah atas Relaksasi DNI".

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta mengkaji kembali rencana relaksasi DNI (Daftar Negatif Investasi) khususnya di bidang survei. Selama ini survei dilakukan lembaga survei BUMN dan swasta dinilai sudah menunjukkan kinerja dan reputasi yang sangat baik.

 

Permintaan itu mengemuka dalam diskusi terbatas mengenai ekonomi dan kebijakan publik akhir tahun 2018. Diskusi yang diselenggarakan Program Magister Adminitrasi Publik Universitas Nasional, Jakarta, Senin (10/12) ini, mengambil tema "Menimbang Ulang Kebijakan Pemerintah atas Relaksasi DNI".

 

Ketua Program Studi Ilmu Manajemen dan dosen Pascasarjana Universitas Nasional (Unas) I Made Adnyana mengatakan pemerintah semestinya memperkuat posisi lembaga survei yang sudah memiliki kinerja, reputasi dan prestasi bagus. "Terlebih lembaga survei itu memiliki kemampuan sumber daya manusia dan jaringan internasional yang bagus,” kata dia.

Selama ini, Made menyatakan, jaringan internasional dapat diperoleh perusahaan-perusahaan jasa survei BUMN dan swasta melalui kemitraan dengan perusahaan multinasional. Baik itu dilakukan secara konsorsium, kerja sama operasi, sub-kontrak, afiliate, dan/atau bentuk lain.

“Teknologi jasa survei bukan merupakan hal yang sulit dijangkau oleh perusahaan survei nasional karena tersedia mitra dan provider yang mudah diakses, baik yang terkait dengan peralatan (hardware/software), model bisnis, tansformasi digital, maupun sistem dalam rangka meningkatkan daya saing,” ujar Made menjelaskan.

Selain itu, Made melanjutkan, perusahaan jasa survei nasional sudah diakreditasi SNI ISO 17020 oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), Akreditasi diakui seluruh dunia melalui Mutual Recognition Agreement (MRA) International Accreditation Forum (IAF).

Dengan demikian, lanjut Made, setiap laporan yang dilakukan oleh usaha jasa survei nasional telah mendapatkan pengakuan secara internasional. Karena itu, menurutnya tidak perlu ada keraguan lagi terhadap kemampuan jasa survei nasional.

"Posisi tenaga ahli juga sudah dapat diisi dan dilakukan oleh tenaga kerja nasional," kata dia.

Made mengatakan pemerintah justru harus memperkuat keberadaan lembaga survei nasional yang ada. Selain karena daya saing dan keunggulan komparatif yang kita miliki, juga sebagai bentuk afirmasi kepada dunia usaha yang sudah kuat.

Untuk itu, Made meminta Menko Perekonomian mendengarkan masukan dari pelaku usaha, masyarakat akademis serta lembaga lain seperti Badan Sertifikasi Nasional (BSN) dan Komite Akreditasi Nasional (KAN). Aspirasi sejumlah asosiasi pengusaha juga perlu didengarkan. "Untuk itu pemerintah baiknya membatalkan rencana relaksasi DNI di bidang survei,: ujar dia mengimbau.

Permintaan itu merupakan respons atas keputusan pemerintah yang mengeluarkan 54 bidang usaha dari DNI 2018, termasuk jasa survei/jajak pendapat masyarakat dan penelitian pasar. Kebijakan baru itu diumumkan Menko Perekonomian Darmin Nasution dalam konferensi pers di Jakarta, bulan lalu.

Beberapa lembaga jasa survei yang akan dibuka untuk investasi asing itu antara lain survei panas bumi, jasa survei objek-objek pembiayaan atau pengawasan persediaan barang dan pergudangan, dan jasa survei kuantitas. Pemerintah beralasan mengeluarkan jasa survei dari DNI karena untuk mendukung transfer teknologi dan memanfaatkan jaringan jasa internasional.

Jasa survei kuantitas/kualitas dinilai pemerintah menjadi bagian dari jaringan jasa survei internasional. Dengan relaksasi ini, pemerintah mendorong agar hasil survei lebih mudah diterima dan dipercaya di negara tujuan ekspor.

Ketua Program Pasca Sarjana Admintrasi Publik Unas Rusman Ghazali menilai lembaga survei BUMN dan swasta Indonesia sejauh ini sudah sangat memadai. Mereka juga sudah teruji ketika komitmen pasar berbasis ASEAN diberlakukan akhir tahun 2015.

Mestinya, lanjut Rusman, pemerintah memberi ruang dan mendorong lembaga survei nasional membangun aliansi strategi seluas-luasnya dengan lembaga verifikasi lainya di luar negeri. Dengan cara ini, lembaga survei nasional yang ada makin diperhitungkan di pentas internasional

“Ini penting untuk memperluas jangkauan pasar terutama dalam menguasai pasar global, bukan malah membuka keran investasi asing di bidang survei yang nyata-nyata sudah dapat ditangani secara unggul oleh Lembaga Survei BUMN dan Swasta ”, ujar Rusman menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement