Kamis 06 Dec 2018 06:25 WIB

Saran BI Agar Ekonomi Indonesia Minim Gejolak

Porsi industri manufaktur dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu ditingkatkan

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menilai, Indonesia perlu untuk memperbaiki tingkat defisit transaksi berjalan (CAD) agar bisa menikmati pertumbuhan ekonomi yang minim gejolak. Dia menilai, paling tidak Indonesia perlu meminimalisir CAD agar tidak melebihi level 2 persen terhadap PDB.

"Kalau indonesia ingin tumbuh di atas 5 persen stabil tanpa gejolak kita harus membuat upaya untuk meminimalisir CAD tidak lebih dari 2 persen," kata Mirza dalam diskusi yang digelar oleh Bappenas dan Economic Research Institute for Asean and East Asia (ERIA) di Jakarta, Rabu (5/12).

Mirza mengatakan, setiap kali CAD melebihi level 2 persen maka Indonesia akan kekurangan dolar dan berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah. Hal itu kemudian akan memukul industri manufaktur dan juga tingkat utang luar negeri.

Hal itu juga kemudian akan mendorong Bank Indonesia untuk menaikkan tingkat suku bunga guna menjaga stabilitas rupiah. Suku bunga yang tinggi kemudian akan menjadi pukulan tambahan untuk dunia usaha lantaran ongkos pembiayaan meningkat.

Dia menilai, Indonesia juga bisa mengembalikan porsi industri manufaktur dalam pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 28 persen. Seperti diketahui, porsi manufaktur saat ini mengalami tren penurunan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), porsi manufaktur dalam PDB kuartal III 2018 adalah sebesar 19,66 persen. Angka itu turun dibandingkan porsi manufaktur dalam PDB kuartal II 2018 yang sebesar 19,8 persen dan PDB kuartal III 2017 yang sebesar 19,93 persen.

Pertumbuhan industri manufaktur nonmigas pada kuartal III 2018 mencapai 5,01 persen (yoy). Angka pertumbuhan itu lebih baik dibandingkan pertumbuhan pada kuartal II 2018 yang sebesar 4,27 persen (yoy). Namun, itu masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada kuartal III 2017 yang sebesar 5,46 persen.

"Itu sangat mungkin kita capai namun rekan-rekan perindustrian perlu didukung dan dibantu melalui regulasi baik di pusat dan daerah. Bagaimana menarik investasi asing langsung kalau kebijakan daerah tidak pro investasi," kata Mirza.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement