REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta pelaku bisnis asuransi syariah untuk serius membidik pangsa pasar milenial. Keseriusan ini dapat dituangkan dalam bentuk inovasi dan transformasi baik terhadap produk maupun sarana prasarana.
Direktur Industri Keuangan nonBank OJK, Moch Muchlasin menyampaikan peluang pertumbuhan ekonomi syariah melalui asuransi syariah masih sangat luas. Hingga saat ini pertumbuhan asuransi syariah masih berada di angka lima persen.
Pertumbuhan aset asuransi syariah cukup tinggi yakni sekitar 25 persen mulai 2012 hingga 2017. Pada 2017, aset syariah tumbuh 21,96 persen secara year on year.
Meski demikian, pertumbuhan bisnis mengalami perlambatan. Hingga September 2018, aset asuransi syariah tumbuh 3,2 persen secara year to date dan 6,1 persen secara year on year.
Hal ini salah satunya ditengarai oleh mulai berkurangnya investasi terhadap bisnis juga rendahnya literasi dan inklusi keuangan syariah. Berdasarkan survei 2016, inklusi asuransi secara keseluruhan baru 12,08 persen dan asuransi syariah hanya 1,92 persen.
"Untuk memperkuat asuransi syariah ini maka perlu menggaet potensi besar yang saat ini sedang dibidik banyak pihak, yakni milenial," kata Muchlasin dalam seminar Potensi dan Inovasi Asuransi Syariah yang digelar Islamic Insurance Society (IIS) di Kuningan, Jakarta, Selasa (4/12).
Menurut proyeksi BPS pada tahun 2020, komposisi penduduk Indonesia akan didominasi generasi milenial sebanyak 64,49 persen. Mereka berusia 20-40 tahun sementara generasi X dengan rentang usia 40-55 tahun berjumlah 27,9 persen.
"Sekarang memang milenial lebih tertarik pada investasi daripada proteksi dan intermediaries, sehingga ini tantangan kita untuk membuat produk proteksi yang menarik," kata Mochlasin.
Penting bagi pelaku bisnis asuransi syariah untuk mengetahui karakteristik milenial sehingga bisa menyesuaikan produk dengan mereka. Selain itu, penting untuk sosialisasi dan edukasi bahwa asuransi syariah tidak sama dengan asuransi konvensional.
Asuransi syariah berdasar pada akad tolong menolong dan berbagi potensi risiko. Sementara asuransi konvensional fokus pada memindahkan risiko. Mochlasin mengatakan OJK telah berupaya bersama stakeholder untuk meningkatkan pangsa pasar. Mulai dari peningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia hingga memperlebar peluang investasi pada sektor syariah.
"Kita perlu duduk kembali membahas bagaimana cara edukasi dan sosialisasi yang efektif bagi milenial, juga melakukan transformasi digital," kata dia.
Milenial sangat erat kaitannya dengan digitalisasi. Mereka butuh platform yang serba cepat dan mudah. Sehingga di asuransi, akan lebih baik jika mengembangkan aplikasi yang mempermudah akses pada produk, mulai dari proses pendaftaran, pembayaran premi, hingga klaim.
Ketua IIS, Abdul Mulki sepakat bahwa saat ini industri asuransi syariah harus mengarah pada milenial. Berbagai upaya bisa mulai dilakukan industri untuk memenuhi kebutuhan pasar seperti digitalisasi.
Namun demikian, salah satu yang juga penting adalah dengan mempersiapkan SDM milenial kompeten yang berkecimpung di ranah asuransi syariah. Mulki mengatakan IIS serius untuk menggodog SDM berkualitas dengan melahirkan ajun dan ahli asuransi syariah baru.
"Setelah 12 tahun vakum, akhirnya lahir lagi sekitar 402 orang ajun dan sekitar 20 ahli asuransi syariah," kata dia. Pada hari ini, IIS akhirnya mewisuda sekitar 100 orang ajun dan ahli asuransi syariah, setelah terakhir kali wisuda pada 2006.
Diharapkan para praktisi khusus ini bisa membawa perubahan dan meningkatkan volume industri. Sehingga berkontribusi signifikan pada kemajuan ekonomi syariah Indonesia secara khusus dan ekonomi nasional secara umum.