Kamis 29 Nov 2018 13:22 WIB

UEA, Negara dengan Prospek Keuangan Syariah Menjanjikan

Keamanan adalah salah satu persepsi terbesar di balik investasi kepatuhan syariah.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Friska Yolanda
Lanskap Abu Dhabi, ibu kota Uni Emirat Arab
Foto: bbc
Lanskap Abu Dhabi, ibu kota Uni Emirat Arab

REPUBLIKA.CO.ID, BAHRAIN -- Prospek pasar keuangan syariah sangat menjanjikan, dengan Uni Emirat Arab (UEA) dan negara teluk (GCC) lainnya memimpin pasar. Menurut analis industri, total aset keuangan Islam diproyeksikan tumbuh 58 persen dari 2,4 triliun dolar AS pada tahun lalu menjadi 3,8 triliun dolar AS pada 2023.

Malaysia, Bahrain dan UEA adalah pasar yang paling maju sementara Arab Saudi, Malaysia, dan UEA memimpin dalam hal total aset. "Kami melihat potensi yang kuat untuk industri keuangan Islam dan meskipun masih kurang terwakili dalam sistem keuangan global, potensi jangka panjang untuk pembiayaan berbasis syariah adalah kuat," kata Nitish Bhojnagarwala, Wakil presiden, Moody Investors UAE, pada World Islamic Banking Conference di Bahrain pada hari Rabu (28/11), seperti dilansir Khaleej Times.

Lebih dari 1.300 orang dari 50 negara menghadiri konferensi tiga hari yang disepakati pada hari Rabu. Direktur untuk bank sentral dan kebijakan publik di World Gold Council, Andrew Naylor, mengatakan keamanan adalah salah satu persepsi terbesar di balik investasi dalam kepatuhan syariah. 

"Sekitar 62 persen investor akan berinvestasi dalam keuangan Islam atau meningkatkan alokasi aset mereka dalam keuangan Islam. Dan langkah ini sebagian besar menuju keamanan dalam situasi ekonomi global saat ini karena secara umum berbagi datang dengan risiko yang lebih kecil dan di bawah hukum Syariah, Anda berbagi risikonya," kata Naylor.

Direktur regional, negara-negara GCC, Bank Dunia, Issam Abousleiman, mencatat bahwa pertumbuhan industri keuangan Islam akan terus berlanjut. "Keuangan Islam adalah cerita pertumbuhan karena didukung aset. Ini adalah kelas aset yang bagus, tetapi sayangnya peraturannya tertinggal dan di sinilah industri harus fokus dalam beberapa tahun ke depan sehingga peraturannya setara dengan standar global," kata Abousleiman.

Manajer penelitian dan pengembangan produk, Refinitiv, Shaima Hasan mengatakan industri keuangan Islam akan terus tumbuh di tahun-tahun mendatang, didorong oleh Malaysia, Bahrain, UEA, sementara batas pertumbuhan baru muncul seperti Maroko, Nigeria, Inggris, Hong Kong, Rusia, Luksemburg, dan Kazakhstan.

Dia mengatakan bahwa aset perusahaan yang mematuhi syariah mencapai 2,4 triliun dolar AS pada tahun 2017, tumbuh 11 persen year on year (yoy) dengan Malaysia, Bahrain dan UAE adalah pemimpin kunci. Diperkirakan akan mencapai 3,8 triliun dolar AS pada 2023.

"Kami mengharapkan pasar untuk terus tumbuh dengan Islam Fintech membawa perubahan besar untuk industri keuangan Islam. Kami telah melihat bahwa 71 persen atau 1,7 triliun dolar AS dari total aset Islam berasal dari perbankan dan 17 persen dari sukuk yang mencapai 426 miliar dolar AS pada tahun 2017," kata Hasan.

Menurut Islamic Finance Development Indicator 2018, Malaysia adalah pasar yang paling maju diikuti oleh Bahrain, UEA, Pakistan, Arab Saudi, Yordania, Oman, Kuwait, Brunei dan Indonesia. Arab Saudi, Malaysia, dan UEA memimpin dalam hal total aset yang dimiliki oleh perusahaan yang mematuhi syariah di masing-masing 509 miliar dolar AS, 491 miliar dolar AS dan 222 miliar dolar AS. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement