Selasa 27 Nov 2018 21:10 WIB

Pertemuan dengan OKI Bisa Dorong Kinerja Ekspor Biofarma

Isu pembangunan dan kesehatan adalah masalah riil yang dihadapi OKI.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas melakukan pengemasan vaksin di laboratorium milik PT Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Jumat (23/11/2018).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Petugas melakukan pengemasan vaksin di laboratorium milik PT Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Jumat (23/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan pertemua dengan negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) pada forum Otoritas Regulatori Obat (National Medicine Regulatry Authorities/NMRAs). Pertemuan ini diprediksi dapat meningkatkan kinerja perdagangan Indonesia khususnya ekspor Biofarma sebagai salah satu komoditas nonmigas yang prospektif.

Pengamat ekonomi makro sekaligus Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, meski sumbangan ekspor Biofarma memang relatif kecil terhadap total ekspor nonmigas, namun pertemuan BPOM OKI yang berlangsung pada 20 hingga 21 November berpotensi menghasilkan peningkatan kinerja yang lebih besar lagi.

"Selama ini pasar negara-negara mayoritas muslim seperti Timur Tengah memang kurang menjadi perhatian Indonesia," ujarnya.

Menurutnya, dengan adanya forum ini, ekspor yang menyasar negara-negara potensial non tradisional bisa mendapat lebih banyak perhatian. Faisal menambahkan, industri biofarma masih memiliki peluang untuk memperbesar kontribusi ekspor nonmigas dengan meningkatkan produk-produknya secara konsisten.

"Dengan memperkuat research and development yang fokus untuk memunculkan inovasi-inovasi produk biofarma, saya pikir kontribusi sektor ini bisa lebih besar. Apalagi jika disertai dengan riset pendahuluan terhadap kebutuhan dan preferensi masing-masing pasar ekspor yang tentunya berbeda antara satu negara dengan negara lain," kata dia.

Hal senada juga disampaikan pengamat komunikasi politik dari Universitas Islam Bandung Muhammad Fuady. Menurutnya, isu pembangunan dan kesehatan adalah masalah riil yang dihadapi OKI, khususnya 21 negara anggota yang masuk dalam kategori miskin.

"Sebagai salah satu negara yang memiliki kemampuan dalam produksi obat dan vaksin, Indonesia dapat mendorong kerja sama yang memperkuat kemandirian OKI. Sekaligus peluang Indonesia untuk meningkatkan kinerja ekspornya di bidang farmasi, apalagi jika ingin bersaing dengan Eropa," ungkapnya.

Menurutnya, publik sudah terlalu lelah dengan sajian media yang selalu berkisar pada konflik antar negara, walaupun isu perang dan perdamaian di negara Timur Tengah masih menjadi sesuatu yang disukai media. Padahal permasalahan yang dihadapi OKI bukan hanya soal politik, toleransi, harmonisasi, namun juga isu kesehatan, pembangunan ekonomi dan sosial.

"Dalam hal ini, kita bisa mengambil peran dengan mendorong kampanye isu kesehatan di negara-negara OKI," kata dia.

Indonesia selama ini mengambil peran yang besar dalam mendorong perdamaian di Timur Tengah. Dengan mengambil isu kesehatan, reputasi Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia yang memiliki terobosan dalam industri obat dan vaksin semakin kuat.

"Apalagi isu vaksin halal merupakan isu yang seksi di negara-negara OKI," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement