REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Keuangan menyatakan, realisasi penerimaan pajak hingga Oktober 2018 baru sebesar Rp 1.016,52 triliun. Sebelumnya ditargetkan tahun ini penerimaan pajak mencapai Rp 1.424 triliun.
Dengan begitu masih kurang sekitar Rp 400 triliun. Padahal tinggal satu bulan lagi menuju akhir tahun.
Menanggapi hal itu, Pengamat Pajak dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako menyatakan, setiap tahun target pajak memang tidak pernah tercapai. Hal itu dikarenakan target penerimaan pajak yang dipatok tidak realistis.
"Seharusnya, target pajak itu dipatok sebesar realisasi pajak tahun sebelumnya. Kalau ini kan justru dinaikkan setiap tahun dari realisasi sebelumnya," ujarnya kepada Republika, Rabu, (21/11).
Ia menjelaskan, target pajak setiap tahun dinaikkan karena menutupi belanja negara. "Makanya belanja negara pun harus realistis. Pada perhitungan APBN, belanja negara banyak yang tidak tepat sasaran," kata Ronny.
Bila target penerimaan pajak tidak tercapai, maka kata dia, belanja negara pun harus dikoreksi. Misalnya dengan penghematan anggaran di kementerian.
"Kalau anggaran daerah atau dana pusat ke daerah itu nggak boleh dikurangi. Jadi implikasi dari target pajak yang tidak tercapai lebih ke penghematan belanja di kementerian dan lembaga," jelasnya.
Sebagai informasi, berdasarkan data APBN KITA, penerimaan pajak telah mencapai Rp 1.016,52 triliun. Di antaranya berasal dari pajak penghasilan (PPh) sebesar Rp 593,21 triliun. PPh migas sebesar Rp 54,30 triliun dan PPh non migas sebesar Rp 538,91 triliun.
Kemudian, penerimaan juga berasal dari PPN dan PPnBM, sampai Oktober 2018 sebesar Rp 40544 triliun. Lalu dari PBB serta pajak lainnya sebesar Rp 17,86 triliun.