Rabu 21 Nov 2018 17:56 WIB

ADB: Pertumbuhan Pasar Obligasi Indonesia Tercepat di Asia

Pasar obligasi Indonesia cukup rentan terhadap perkembangan di pasar keuangan global

Petugas memantau pergerakan grafik surat utang negara di di Dealing Room Treasury.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petugas memantau pergerakan grafik surat utang negara di di Dealing Room Treasury.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laporan Bank Pembangunan Asia (ADB) terbaru menyatakan pertumbuhan pasar obligasi Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi di kawasan Asia pada kuartal III-2018. Laporan berjudul 'Asia Bond Monitor' yang diterima di Jakarta, Rabu (21/11), menyebutkan pasar obligasi Indonesia tumbuh 13,9 persen dibandingkan periode sama tahun lalu, yang didukung oleh kinerja penjualan Surat Berharga Negara (SBN).

Penjualan obligasi pemerintah tercatat tumbuh 13,5 persen selama periode Juli hingga September 2018 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya atau sebesar 157 miliar dolar AS. Pertumbuhan penjualan surat utang pemerintah ini juga didukung oleh kinerja penyerapan obligasi perusahaan yang tumbuh 16,5 persen dibandingkan akhir kuartal III-2017 atau mencapai 28 miliar dolar AS.

Baca Juga

Salah satu penyebab percepatan pertumbuhan pasar obligasi Indonesia adalah kebijakan bank sentral yang memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan guna mengundang minat pelaku pasar keuangan. Selama ini, pasar obligasi Indonesia tercatat cukup rentan terhadap perkembangan yang terjadi di pasar keuangan global karena salah satu pemegang SBN terbesar adalah investor asing.

Laporan ADB mengenai perkembangan pasar obligasi di Asia ini juga menyatakan adanya risiko jangka pendek yang masih membayangi pasar obligasi di kawasan Asia Timur. Namun, tantangan tersebut dapat teratasi apabila kebijakan dari para pemangku kepentingan tetap berhati-hati dalam menghadapi risiko.

Beberapa risiko jangka pendek tersebut antara lain risiko internal di negara berkembang, kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed) dan potensi terjadinya perang dagang. Selama ini, kondisi likuiditas yang ketat juga menjadi penyebab tingginya risiko pertumbuhan utang swasta dalam beberapa tahun terakhir.

Selain itu, perlemahan mata uang regional dan aliran modal keluar bisa menciptakan tambahan risiko bagi stabilitas keuangan di kawasan. "Perhatian terhadap negara berkembang sedang meningkat, namun fundamental pasar Asia yang tetap kuat bisa menarik minat investor kembali ke pasar obligasi di kawasan," ujar Kepala Ekonom ADB Yasuyuki Sawada.

Oleh karena itu, para pemangku kepentingan di kawasan harus terus mengawasi perkembangan global dan menyiapkan antisipasi terhadap terjadinya gejolak.

Laporan ini juga menyatakan adanya peningkatan penerbitan surat utang di Cina seiring dengan tingginya penerbitan obligasi daerah untuk pembiayaan proyek infrastruktur. Hingga akhir September 2018, Cina tercatat mendominasi pasar obligasi di Asia Timur yaitu dengan penerbitan total sebesar 9,2 triliun dolar AS.

Laporan ikut mencatat hasil tahunan survei likuiditas pasar obligasi yang menyebutkan adanya pengurangan likuiditas di negara-negara seperti Indonesia, Korea Selatan, Malaysia dan Filipina. Dengan likuiditas tinggi tercatat di Cina, Hong Kong, Singapura, Thailand dan Vietnam.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement