REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengaku selama ini tidak ada kerja sama antara Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan industri. Pelaku UMKM banyak menjalankan bisnisnya dengan dibiayai tengkulak maupun modal pribadi.
Padahal pada industri pengupasan umbi-umbiaan, industri rajut ataupun renda misalnya, memiliki pasar industri-industri besar. Itu artinya industri tersebut membutuhkan banyak bahan baku yang bisa dikerjasamakan dengan UMKM.
Ikhsan menekankan agar industri hulu yang mampu dikerjakan bagi UMKM industri rumahan tidak boleh diberikan kepada investasi asing. "Jika memang investor lokal tidak mampu maka investor asing boleh masuk tetapi harus bermitra dengan UKM atau asosiasi-asosiasi dan organisasi yang menaungi UKM di Indonesia," ujarnya.
Sementara itu Deputi Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM Victoria Pistoon Artina Piso br Simanungkalit menganggap tidak adanya kewajiban bekerja sama antara industri baru dan UKM menjadi sebuah tantangan. Sebab, Kemenkop UKM harus mampu mempersiapkan koperasi dan UKM supaya lebih siap dalam bersaing bahkan bermitra dengan industri.
"Sehingga tanpa perlu dipaksa, usaha besar merasa membutuhkan UKM untuk menopang bisnisnya, malah bisa lebih mengefisienkan proses bisnisnya mereka (industri)," ujarnya.
Cara yang dilakukan pihaknya adalah dengan mempersiapkan sistem bisnis koperasi dan UKM (KUKM), meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM)-nya termasuk mempersiapkan jiwa kewirausahaannya.
Tidak hanya itu, lingkungan yang baik bagi KUKM juga harus diberikan pemerintah. Lingkungan yang dimaksud berupa mempermudah akses bagi pelaku KUKM, baik akses permodalan maupun akses pemasaran.
"Akses teknologi kepada informasi-informasi pasar yang dibutuhkan itu juga kita bisa berikan kepada UKM sehingga mereka bisa lebih mudah untuk mengembangkan bisnisnya," katanya.