Ahad 18 Nov 2018 13:00 WIB

Terlalu Andalkan CPO dan Karet, Ekspor Sumbar Terus Menurun

Produksi minyak kelapa sawit di Sumbar alami penurunan.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolanda
Petani memindahkan buah kelapa sawit yang baru dipanen, di Padangpariaman, Sumatera Barat, Senin (16/7).
Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Petani memindahkan buah kelapa sawit yang baru dipanen, di Padangpariaman, Sumatera Barat, Senin (16/7).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kinerja ekspor Sumatra Barat kembali menunjukkan penurunan. Ekspor Sumbar dinilai terlalu bergantung pada minyak kelapa sawit dan karet.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Sumbar bulan Oktober 2018 sebesar 135,97 juta dolar AS. Angka tersebut turun sebesar 4,18 persen dibanding ekspor bulan September 2018 yang menyentuh 141,90 juta dolar AS. 

Penurunan tak hanya terjadi secara bulan ke bulan (mtm), namun juga tahun ke tahun (yoy). BPS merilis, ekspor Sumbar pada Oktober 2018 turun 16,13 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017. Sedangkan secara kumulatif ekspor Sumbar Januari-Oktober 2018 mencapai 1,35 miliar dolar AS, juga turun sebesar 22,72 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

BPS memandang penurunan kinerja ekspor kali ini disebabkan produksi minyak kelapa sawit (CPO) yang kembali merosot setelah sempat tumbuh pada bulan sebelumnya. Kepala BPS Sumbar Sukardi sendiri sudah berkali-kali menyampaikan dalam paparan berita resmi statistik (BRS) bulanan bahwa ekspor Sumbar terlalu bergantung pada dua komoditas: CPO dan karet. Padahal dengan kondisi ekonomi dunia seperti saat ini, ketergantungan terhadap komoditas tunggal menimbulkan kerentanan pertumbuhan ekonomi untuk melambat. 

"Ekspor kita bulan Oktober 2018 turun dibanding bulan sebelumnya. Penurunan juga terjadi bila dibandingkan dengan periode tahun lalu dan secara kumulatif," jelas Sukardi, Ahad (18/11). 

Mengacu pada data BPS, produk CPO menyumbang ekspor senilai 105,05 juta dolar AS pada Oktober 2018. Sedangkan karet berkontribusi atas ekspor sebesar 20,45 juta dolar AS. India, AS, dan Kenya masih menjadi negara tujuan utama ekspor dari Sumatra Barat. 

Penurunan kinerja ekspor Sumbar sebetulnya sudah diprediksi oleh Bank Indonesia. Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi BI Sumbar, Bimo Epyanto, menyebutkan bahwa Sumbar terlalu bergantung pada CPO dan karet sebagai produk ekspor. Dengan ekonomi dunia yang belum pulih, lanjutnya, maka permintaan atas CPO dan karet juga belum akan melonjak tinggi. 

"Yang kami khawatirkan adalah ekonomi Sumbar melambat bila ekspor kedua komoditas tersebut tidak stabil," kata Bimo. 

Sebetulnya, lanjut Bimo, kinerja ekspor Sumbar pada kuartal III 2018 sudah menunjukkan perbaikan. Komponen ekspor mampu tumbuh paling tinggi sebesar 8,41 persen setelah sempat mengalami kontraksi pada kuartal sebelumnya. Namun kondisi ini kembali berbalik. Menurutnya, kondisi pasar dunia, khususnya untuk produk CPO dan karet, masih bergantung pada perbaikan iklim ekonomi dunia. Selama ekonomi dunia belum pulih, menurutnya akan sulit bagi produk CPO dan karet untuk kembali menjadi primadona. 

Sementara itu, impor Sumbar pada Oktober 2018 mecapai 94,05 juta dolar AS, terjadi peningkatan sebesar 218,73 persen dibanding impor bulan September 2018. Golongan barang impor pada bulan Oktober 2018 paling besar adalah bahan bakar mineral sebesar 48,60 juta dolar AS. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement