Kamis 15 Nov 2018 08:22 WIB

Jasa Perkapalan Sumbang Defisit Terbesar, Ini Penyebabnya

Industri perkapalan nasional perlu diperkuat

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pengendara sepeda motor melintas di kawasan industri galangan kapal di Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (5/6).
Foto: Antara/Aji Styawan
Pengendara sepeda motor melintas di kawasan industri galangan kapal di Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (5/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro berharap, jasa di industri kelautan dan perikanan dapat dikembangkan. Sebab, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jasa perkapalan menjadi salah satu penyumbang terbesar dalam defisit transaksi berjalan, khususnya terhadap neraca jasa

Bambang menuturkan, permasalahan terbesar dalam jasa perkapalan adalah sarana yang digunakan. Selama ini, Indonesia masih menggunakan kapal asing untuk mengembangkan industri ini.

Baca Juga

"Jadi, kita ekspor barang apapun, termasuk hasil perikanan dan kelautan, ekspornya dengan kapal asing," ujarnya dalam diskusi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam rangka penyusunan Rancangan Teknokratik RPJMN 2020-2024 di Jakarta, Rabu (14/11).

Dengan cara tersebut, Bambang menuturkan, devisa yang seharusnya masuk justru terpental keluar. Meskipun ekspor komoditas menghasilkan dampak bagus terhadap neraca, pembelian atau penyewaan kapal dari luar negeri membuat devisa Indonesia terbuang dalam satu waktu.

Tapi, Bambang menjelaskan, kondisi tersebut bukan tanpa alasan. Untuk kegiatan ekspor dan impor, memang dibutuhkan kapal yang memiliki jalur pelayaran langsung masuk dan ke luar negeri, sehingga harus digunakan kapal dengan skala menengah besar.

Permasalahannya, belum banyak perusahaan besar di Indonesia yang memiliki kapal dengan karakter tersebut. Oleh karena itu, kegiatan ekspor impor di kelautan menjadi bergantung dengan kapal maskapai asing yang memang sudah lama menguasai bidang jasa perkapalan.

Bambang mengatakan, salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memperkuat industri perkapalan lokal. Dengan begitu, devisa yang dihasilkan dapat jauh lebih optimal untuk kebutuhan dalam negeri.

Selain itu, dibutuhkan lebih banyak lagi peningkatan di infrastruktur pelabuhan, terutama untuk menuju rute langsung pelabuhan "Apakah itu ke Asia Timur, Eropa, maupun Amerika. Artinya pelabuhan memang harus ditingkatkan terus," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto menjelaskan, beberapa poin yang harus diperhatikan adalah peningkatan kualitas SDM sektor kelautan dan perikanan perlu dan penerapan teknologi dan inovasi. "Yang kami harapkan juga sekarang ini adalah peningkatan investasi serta dukungan regulasi yang pro bisnis," ujarnya.

Selain regulasi, pemerintah perlu menitikberatkan pada aspek peningkatan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya sebagai bahan pertimbangan dalam Rancangan RPJMN 2020-2024. Di samping itu, penyediaan bahan baku dan  logistik, upaya peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja serta keberlangsungan lingkungan hidup juga harus diperhatikan.

Food and Agriculture Organization (FAO) memprediksi, pasar olahan laut dunia di tahun 2024 mencapai 240 juta ton dengan 160 juta ton diantaranya adalah dari perikanan budidaya.

Yugi menjelaskan, budidaya ikan Indonesia memiliki potensi besar dan nilai produknya juga lebih tinggi. "Kami harapkan Indonesia mulai memperkuat perikanan budidaya modern, pengembangannya ini harus didukung payung hukum tata ruang serta riset dan pengembangan yang mumpuni," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement