REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, per Agustus 2018, sebanyak 73 perusahaan financial technology Peer to Peer Lending (fintech P2P lending) telah terdaftar. Seperti diketahui, otoritas telah memiliki Peraturan OJK (POJK) Nomor 77 Tahun 2016 yang mengatur fintech P2P lending.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida menjelaskan, dari jumlah tersebut, satu di antaranya telah berizin. "Hal itu karena ada perbedaan persyaratan untuk menjadi terdaftar dan menjadi berizin. Perbedaan persyaratannya salah satunya terkait modal," tuturnya di Jakarta, Selasa, (13/11).
Dirinya menyatakan, dalam POJK 77 2016 telah diatur tentang bagaimana persyaratan menjadi perusahaan P2P lending, meliputi permodalan serta persyaratannya. Diatur pula batasan peminjaman yang bisa dilakukan fintech tersebut.
Maka, menangani banyaknya pengaduan ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengenai layanan pinjaman lewat fintech, OJK akan memastikan, apakah fintech tersebut telah terdaftar di otoritas atau belum. "Tentu dari OJK melihatnya, apakah selama ini sudah terdaftar OJK atau tercatat di OJK atau memang berizin di OJK. Kalau itu belum, tentu ada ranah lain yang harus dilihat dari pihak lain," ujar Nurhaida kepada wartawan di Jakarta, Selasa, (13/11).
Dirinya menuturkan, OJK melakukan pengawasan dan pengaturan fintech untuk mendorong perusahaan itu mendaftar dan berizin di OJK. "Jadi bagi yang belum, mungkin bisa kelihatan, lalu ada satu wadah lain untuk melakukan penertiban-penertiban yaitu Satgas Waspada Investasi," kata Nurhaida.
Lebih lanjut, kaya dia, OJK melihat ada beberapa perusahaan fintech P2P lending yang tidak terdaftar tapi tetap beroperasi. Hal itu kemudian merugikan masyarakat sehingga perlu ditangani oleh Satgas waspada Investasi.
"Di Satgas Waspada Investasi sebetulnya OJK merupakan salah satu anggota serta koordinator. Sementara anggota lain seperti polisi dan dari instansi lain yang dianggap bisa menyelesaikan masalah yang bukan dalam ranah kewenangan OJK," jelasnya.
Nurhaida menegaskan, bila perusahaan fintech P2P lending yang telah terdaftar melakukan pelanggaran atau merugikan masyarakat maka OJK bisa memberi sanksi. Sanksi tertinggi yakni pencabutan izin.
"Sementara untuk menangani fintech ilegal, OJK telah bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi (Kemkominfo). Jadi ketik ada yang terbukti ilegal dan tidak berizin, OJK bisa berkoordinasi dengan Kemkominfo supaya di-block," tegasnya.