REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2018 tercatat sebesar 5,17 persen secara tahunan (year on year/yoy). Dengan capaian tersebut, pada akhir tahun pertumbuhan ekonomi dinilai hanya akan mencapai batas bawah target pemerintah yang di kisaran 5,2 persen hingga 5,4 persen.
Ekonom Indef Eko Listiyanto menjelaskan, pertumbuhan ekonomi kuartal III lebih rendah daripada kuartal II yang sebesar 5,27 persen, karena momentum Lebaran yang sarat dengan bagi THR dan akselerasi belanja sosial sudah usai. "Untuk bisa mencapai 5,2 persen di tahun ini, maka pada Kuartal IV harus tumbuh 5,3 persen dan sepertinya itu tidak mudah," ujar Eko Listiyanto kepada Republika.co.id, Senin (5/11).
Hal ini karena setidaknya secara kuartalan pertumbuhan di Kuartal IV di tiga tahun terakhir selalu lebih rendah dari kuartal sebelumnya, meskipun pertumbuhan secara tahunan lebih tinggi. Ia memproyeksikan pada kuartal IV pertumbuhan ekonomi sedikit lebih rendah.
"Proyeksinya 5,15 persen yoy di kuartal IV, sehingga secara umum ekonomi 2018 diperkirakan tumbuh 5,16 persen yoy. Jadi pertumbuhan ekonomi 2018 di bawah target pemerintah," kata Eko.
Untuk mendorong pertumbuhan pada kuartal IV, menurut Eko pemerintah sebisa mungkin harus mengoptimalkan momentum libur akhir tahun dan hari raya natal, agar terjadi peningkatan belanja dan produksi oleh pelaku usaha. Terlebih lagi libur akhir tahun bersamaan dengan libur anak sekolah.
Selain itu, untuk memastikan potensi peningkatan permintaan di akhir tahun diisi oleh kegiatan ekonomi domestik, maka pemerintah harus mendorong UMKM untuk seluas-luasnya memanfaatkan momentum ini. Termasuk, harbolnas/hari belanja online nasional yang akan diadakan 12 Desember mendatang perlu melibatkan seoptimal mungkin produk-produk dalam negeri.
"Jika perlu, yang menjual produk dalam negeri dapat insentif dari pemerintah, pun yang membeli produk dalam negeri mendapat diskon yang lebih besar," paparnya.
Sementara itu mengenai optimisme tahun depan, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen pada 2019. Menurut Eko hal ini bisa dicapai karena ekonomi baru akan menggeliat pasca pilpres.
"Target 5,3 persen bisa, tapi kebijakannya tidak boleh hanya business as usual, perlu gebrakan," kata Eko.
Sementara itu, Ekonom Senior Indef Aviliani menilai bahwa saat ini pemerintah harus fokus menstabilkan pertumbuhan ekonomi dibandingkan mendorongnya tumbuh lebih tinggi. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Indonesia akan mendorong kenaikan defisit transaksi berjalan (CAD). Apalagi saat ini gejolak ekonomi global sangat berpengaruh pada volatilitas nilai tukar rupiah.
"Sekarang jangan minta pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi lebih stabil. Karena di indo pertumbuhan ekonomi tinggi selalu berhubungan dengan CAD, nah selalu hubungannya dengan rupiah," ujar Aviliani pada Republika.co.id beberapa waktu lalu.
Menurutnya, dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil, dapat menjaga nilai tukar agar lebih kompetitif. "Lebih bagus 5,17 persen - 5,20 persen, saya rasa itu sudah prestasi besar dimana bisa menjaga nilai tukar," kata Aviliani.