Jumat 02 Nov 2018 13:50 WIB

Aplikasi MOMS Bisa Perbaiki Ekspor Komoditi Pertambangan

Lewat MOMS pelaku usaha wajib memasukkan data produksi, penjualan dan monitoring PNBP

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nidia Zuraya
area pertambangan
Foto: Republika
area pertambangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seluruh pengusaha diharuskan memasukkan data dalam aplikasi Minerba Online Monitoring System (MOMS). Dengan adanya transparansi sistem ini diharapkan bisa memperbaiki ekspor, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Domestic Market Obligation (DMO).

"Royalti bisa kehitung juga. Semua transaksi ada. Kalau nggak masukkan (data ke aplikasi MOMS, red) risikonya RKAB dicabut," kata Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Archandra Thahar, Jumat (2/11).

Sistem ini mewajibkan pelaku usaha memasukkan data produksi, penjualan dan monitoring pembayaran PNBP minerba. Termasuk transaksi ekspor lengkap dengan waktu, tujuan, penggunaan kapal dan pembelinya. Pelaporan data harus dilakukan setiap hari selama masih beroperasi.

"Kan sebentar, nggak lebih dari setengah jam. Kita berharap kedisiplinan," ujarnya. Ia berharap, dengan cara yang lebih akurat tersebut bisa membuat PNBP lebih baik.

Sementara bagi penunggak PNBP akan dilakukan beberapa langkah lanjutan oleh pemerintah. "Nanti akan kita komunikasikan," ujarnya.

Bukan hanya MOMS, aplikasi e-PNBP juga diluncurkan pada hari ini. Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, capaian sistem e-PNBP saat ini belum optimal. Per 1 November 2018 terdapat 604 perusahaan yang telah melakukan registrasi dengan 1.145 transaksi dan total transaksi PNBP sebesar Rp 691 miliar.

Secara total hingga November ini, PNBP mencapai Rp 40,1 triliun. Itu artinya, ada capaian lebih Rp 8 triliun dari target Rp 32 triliun. Pada Desember diharapkan bisa mencapai Rp 43 triliun.

"Walaupun demikian, ada tunggakan piutang dari perusahaan itu Rp 5 triliun," katanya. Tunggakan tersebut ada sebelum 2017.

Dulu, ia melanjutkan, sistem pembayaran bisa disesuaikan misalnya, kewajiban membayar Rp 10 ribu namun hanya dibayar Rp 8.000 tetap diterima. Tapi tidak untuk saat ini, pembayaran harus sesuai dengan kewajiban untuk diterima sistem.

"Sehingga ke depan piutang-piutang itu tidak akan muncul lagi. Jadi Rp 5 triliun itu akan kita selesaikan tapi ke depan tidak ada lagi," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement