Kamis 01 Nov 2018 17:14 WIB

Menjaga Semangat Petani Organik

Tren hasil perkebunan organik disebut sedang meningkat.

Para petani kopi organik melepas dua unit truk di Politeknik Pembangunan Pertanian, Malang, Jawa Timur, Kamis (1/11). Dua unit truk itu membawa puluhan ton kopi milik petani di Malang dan sekitarnya untuk dijual ke PT Okuori Bumi Nusantara, perusahaan penjual kopi di Bogor, Jawa Barat.
Foto: Dok Republika
Para petani kopi organik melepas dua unit truk di Politeknik Pembangunan Pertanian, Malang, Jawa Timur, Kamis (1/11). Dua unit truk itu membawa puluhan ton kopi milik petani di Malang dan sekitarnya untuk dijual ke PT Okuori Bumi Nusantara, perusahaan penjual kopi di Bogor, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Ponirin (63 tahun), petani kopi  organik asal Kabupaten Malang, Jawa Timur, sekarang lebih merasa tenang. Ini karena hasil produksi perkebunan kopinya sudah ada yang menampung.

Atas bantuan pemerintah, hasil kopi organiknya dan kelompok petani kopinya sudah dibeli perusahan penjual kopi di Bogor, Jawa Barat. Pada Rabu (1/11), sebanyak empat ton kopi organik kelompoknya dikirim oleh dua unit truk ke Bogor dari Malang.

“Kalau gini kan enak. Petani semangat. Kita diminta memproduksi kopi organik tapi ada semacam jaminan hasil produksinya ada yang menampung,” kata Ponirin di sela acara ‘Launching Penjualan Kopi Petani Desa Organik’ di Politeknik Pembangunan Pertanian Malang, Rabu (1/11).

Sebelum ada bantuan pemerintah yang memasarkan kopi milik para petani ke para perusahaan penjual kopi, ia sempat merasakan kesulitan. Yaitu, jika hasil produksi kopinnya tak ada yang membeli.

Kepala Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya, Adi Praptomo mengatakan, melalui program launching penjualan kopi petani ini, bisa meyakinkan para petani bahwa pemerintah punya komitmen membantu pemasaran perkebunan organik. Sehingga, petani lebih semangat dalam kegiatan perkebunan organiknya.

Untuk pemasaran dan penjualan kopi dari perkebunan organik ini, pemerintah telah bermitra dengan PT Okuori Bumi Nusantara. Di mana, perusahaan itu akan membeli kopi-kopi organik dari sejumlah daerah di Indonesia seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatra Selatan, Sulawesi Utara, dan Lampung.

“Rencana pembelian dilakukan secara bertahap setiap bulannya dengan total pembelian hingga Januari 2019 sebanyak 105 ton. Tahap penjualan ini masih di dalam negeri,” kata Adi.

Langkah ke depannya, hasil perkebunan ini akan diusahakan mendapat sertifikat organik. Dampaknya, hasil perkebunan kopi organik menembus pasar internasional.

Karena, pada 2019, beberapa negara sudah berminat meminta kopi organik. Yaitu, Filipina, Thailand, Italia, Arab Saudi, dan Swiss dengan potensi permintaan sebanyak 153,6 ton.

“Namun, kelima negara tersebut meminta persyaratan produk yang ketat. Yaitu, hasil kopi sudah mendapatkan sertifikat organik,” kata Adi.

Direktur Perlindungan Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan, Dudi Gunadi mengakui, dalam sistem perdagangan, produk organik memang harus mendapatkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi organik. Apalagi, untuk menembus pasar ekspor, membutuhkan persyaratan yang dibutuhkan oleh petani.

Di antaranya, sertifikasi produk baik nasional maupun internasional, mutu cita rasa yang stabil, kesinambungan, manajemen pergudangan. Sehingga, persyataan itu tengah diupayakan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan agar bisa dimiliki oleh para petani. Salah satunya adalah dengan memberikan pendampingan kepada para petani organik.

“Supaya pada tahun ini juga produk organik bisa mendapatkan sertifikasi organiknya dan selanjutnya bisa menjual produk dengan label organik,” kata Dudi.

Menurut Dudi, produk dengan label organik ini tentu saja berbeda. Karena, akan diberikan harga premium yang menjanjikan bagi para petani.

Didi mengatakan, pertanian organik hanya mengandalkan input yang dihasilkan dari sistem itu sendiri. Yaitu, limbah-limah kegiatan pertanian dikembalikan kepada tanah dan tananaman untuk menjadi pupuk.

“Ini harapan dari pemerintah agar mendorong teknologi yang bisa dilakukan oleh para petani agar tidak tergantung dari input yang tidak dikuasainya seperti pupuk kimia, pestisida,” kata Dudi.

Menurut Dudi, pupuk bisa dibuat dari limbah kotoran dalam bentuk kompos. Kemudian, urine juga bisa menjadi stimulant bahkan bisa menjadi pestisida hayati.

“Limbah dari ternak bisa menjadi pupuk dan menghasilkan biogas untuk memenuhi kebutuhan energinya sendiri. Jadi ini sangat ramah dengan lingkungan,” kata Dudi.

photo
Direktur Perlindungan Perkebunan Dudi Gunadi mengunjungi stan hasil perkebunan organik saat acara 'Launching Penjualan Kopi Petani Desa Organik' di Politeknik Pembangunan Pertanian Malang.

Sedangkan Direktur Utama PT Okuori Bumi Nusantara Anton Sulis mengatakan, pihaknya tertarik untuk membeli produk-produk pertanian organik. Ini karena produknya memiliki banyak keuntungan.

Di antaranya, keamanan pangan, bebas pestisida, dan ini semua menguntungkan konsumen. Kemudian, mendorong inisiatif sistem pertanian berkelanjutan. Sehingga, petani tak mengeksploitasi alam supaya hasilnya berkelanjutan.

Selain itu, saat ini hasil perkebunan organik juga sedang menjadi tren di dunia. Di antaranya, di Amerika, Kanada, dan Eropa. Bahkan, di Eropa, setiap tahun ada pertemuan organik dari seluruh dunia.

“Kalau bicara di sana, tren pertumbuhan hasil perkebunan organik itu meningkat. Bahkan, kelompok organik itu sudah besar dan kami meyakini pertumbuhan konsumen organik tinggi karena pelan-pelan masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi,” kata Anton.

Karena itulah, lanjut Anton, pihaknya berkomitmen untuk membantu para petani organik. Yaitu, dengan membeli produk-produk mereka dan dimulai sejak saat ini meskipun belum ada sertifikasi organik. “Tapi nanti kalau sudah ada sertifikasinya, kita kan sudah punya pasarnya,” kata Anton.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement