Selasa 30 Oct 2018 04:03 WIB

Bulog Petakan Wilayah Surplus Beras

Bulog akan menyalurkan beras dari wilayah surplus ke wilayah kurang.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nur Aini
Petugas menunjukan stok beras di Gudang Bulog Baru Cisaranten Kidul Sub Divre Bandung, Jawa Barat, Senin (16/10/2018).
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Petugas menunjukan stok beras di Gudang Bulog Baru Cisaranten Kidul Sub Divre Bandung, Jawa Barat, Senin (16/10/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, BONTANG -- Direktur Bulog, Budi Waseso menyampaikan mereka akan segera melakukan penyerapan beras berlebih seiring adanya data surplus dari BPS. Beras tersebut akan diserap Bulog untuk kemudian disalurkan pada daerah-daerah yang kekurangan beras.

"Kalau saya melihat itu kan BPS ya, artinya kalau kita surplus kita tidak perlu impor, jadi nanti kita akan lebih kuat penyerapan dalam negeri," kata dia kepada wartawan di sela-sela Rapat Koordinasi BUMN di Bontang, Kalimantan Timur, Senin (29/10).

Menurutnya, Cadangan Beras Pemerintah (CPB) masih banyak sehingga Bulog tinggal memetakan wilayah surplus dan defisit. Wilayah surplus akan menjadi daerah penyerapan dari Bulog.

"Nanti saya bikin zona, umpamanya di barat, Sumatra yang paling banyak di Lampung berarti Lampung itu untuk pemasok ke mana saja nanti di daerah Sumatra, lalu nanti di Sulawesi di mana wilayah surplus itu untuk ke sekitaran Sulawesi. Jawa mana, surplus berarti untuk Jakarta," kata dia.

Sisa surplus akan menjadi titik penguatan stok. Sementara yang belum surplus akan didorong untuk tingkatkan stok. Menurutnya, data penyerapan dalam negeri yakni sekitar 1,6 juta ton dan akan ditingkatkan sehingga data penyerapan akan lebih.

Bulog akan menggunakan data BPS untuk memetakan potensi surplus di wilayah. Ia menambahkan, sejauh ini beras impor sudah masuk sekitar 300 ribu ton di pelabuhan tetapi belum masuk gudang karena administrasi belum selesai.

Menurutnya, Bulog tidak khawatir pada pasokan yang ada di petani. Akhir tahun diperkirakan Bulog memiliki 2,8 juta ton, yang akan cukup untuk empat bulan.

"Kita pedomani data BPS, jumlah yang ada di petani banyak kan dan di tangan pedagang banyak dan petani banyak, rumah tangga juga banyak kenapa mesti takut," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement