Jumat 26 Oct 2018 12:33 WIB

Ekonom Sarankan Bank Tingkatkan Pendapatan Jasa

Ke depan, bank juga bisa masuk ke asuransi, pasar modal atau lembaga keuangan lain.

Ilustrasi Layanan Bank
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Layanan Bank

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hotradero menilai strategi perbankan harus bergeser dari pendapatan bunga menjadi pendapatan jasa (fee based income). Hal ini dilakukan dalam menghadapi era suku bunga tinggi saat ini.

"Strategi perbankan perlu ke arah sana, karena itu income yang robust terhadap perubahan suku bunga dan lain-lain. Jadi lebih stabil," ujar Poltak di Jakarta, Jumat (26/10).

Poltak menuturkan, marjin bunga bersih (NIM) perbankan di Indonesia memang relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu di sekitar lima persen. Namun, lanjut Poltak, ke depan marjin tersebut kecenderungannya akan terus menurun.

"NIM itu makin lama akan makin tipis. Sementara pemberlakuan Basel III atau syaratnya  lebih tinggi. Itu berarti manajemen risiko menjadi lebih ketat, kualitas jaminannya juga harus naik. Ini pasti berat bagi perbankan," kata Poltak.

Ia mencontohkan NIM perbankan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang hanya di kisaran 1-3 persen. Namun, negara tersebut tetap dapat tumbuh dan berkembang dengan baik kendati ada gejola ekonomi global.

"Mereka masih bisa berkembang sementara tingkat suku bunganya rendah, cost of fund rendah. Kok mereka bisa? Karena pendapatannya berasal dari fee based income. Jadi ke depan, sebenarnya penting bagi bank itu perkuat pendapatan jasa," ujar Poltak.

Menurut dia, ke depannya, bank-bank di Indonesia bisa menjadi 'universal bank'. Artinya, bank juga bisa masuk ke asuransi, pasar modal, ataupun lembaga keuangan lainnya. Sehingga, akan semakin banyak produk yang bisa ditawarkan kepada masyarakat.

"Bank bisa jual produk asuransi melalui bancassurance atau jadi agen penjual atas instrumen reksadana," ujarnya.

Saat ini, tutur Poltak, aset industri reksadana mencapai lebih dari Rp 500 triliun. Angka tersebut masih relatif kecil dibandingkan dengan tetangga, sehingga potensi tumbuhnya masih sangat besar.

"Dibandingkan Thailand, per kapitanya sudah ekuivalen 1.000 dolar aset 'under management' dari industri reksadana mereka. Kita itu baru 150 dolar. Jadi industri ini masih bisa berkembang delapan kali lipat dari sekarang," ujarnya.

Ia menegaskan, bank-bank masih punya ruang yang besar untuk terus tumbuh dan berkembang. Poltak mencontohkan BCA yang berhasil mengoptimalkan pemasukan dari pendapatan jasa. Namun secara umum, ia menilai masih banyak bank yang belum siap karena keterbatasan sumber daya manusia.

"Kembali lagi pada kapabilitas, kapasitas manusia tiap bank itu beda-beda. Beberapa bank mungkin punya kesulitan karena kapasitas mereka belum cukup tinggi," ujar Poltak.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement