Selasa 23 Oct 2018 23:31 WIB

Data BPS Jadi Acuan Pemerintah

Data beras lebih valid dengan metode kerangka sampel area.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Satria K Yudha
Buruh tani membawa padi saat musim panen terakhir tahun 2018 di Kasreman, Ngawi, Jawa Timur, Selasa (23/10/2018).
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Buruh tani membawa padi saat musim panen terakhir tahun 2018 di Kasreman, Ngawi, Jawa Timur, Selasa (23/10/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menilai, tugas pemerintah untuk memutuskan impor beras akan lebih mudah setelah Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data produksi beras melalui metode Kerangka Sampel Area (KSA). Hasil rilis data produksi padi, beras, luas lahan baku sawah, dan luas panen ini disampaikan BPS dan lembaga terkait di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (22/10).

Enggar menjelaskan, data dari BPS tersebut akan dijadikan sebagai pedoman dan acuan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan soal pangan. "Undang-undang sudah mengatur bahwa BPS yang data tunggal dan itu bermanfaat sekali untuk mengambil berbagai kebijakan. Dan arahan dari Bapak Presiden juga data BPS saja yang dipegang," ucapnya saat ditemui di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (23/10).

Terkait impor beras, Enggar kembali menyampaikan bahwa keputusan tersebut dihasilkan melalui rapat koordinasi antar kementerian dan lembaga. Dalam rakor, disampaikan perhitungan matang setiap pihak hingga berujung pada keputusan akan kebutuhan impor beras atau tidak.

Enggar menekankan agar masyarakat tidak sekadar berfokus pada impor. Sebab, ekspor pangan juga tinggi dan tidak kalah dari nilai impor. "Kakao juga ada impor memang, tapi kita ekspornya tinggi. Jadi hanya jenisnya saja yang berbeda," tuturnya.

Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori mengapresiasi rilis data produksi padi dan beras, luas lahan baku sawah dan  luas panen yang disampaikan pemerintah di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (22/10). Khudori menilai, dengan metode KSA, data yang dihasilkan bisa menjadi lebih valid. 

Dampaknya, tidak perlu ada lagi pro dan terkait data produksi padi dan beras. "Sudah lama kita mempolemikkan soal data. Sudah terlalu banyak energi, tenaga dan biaya yang terkuras karena polemik data," tuturnya. 

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) memperbarui data luas lahan baku sawah. Pembaruan tersebut menjadi bagian dari memperbaiki metode statistik produksi beras nasional dengan menggunakan metode Kerangka Sampel Area (KSA).

Metode KSA dikembangkan melalui kerja sama dengan berbagai pihak yakni Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Lembaga Penerbanga dan Antariksa Nasional (Lapan), Badan Informasi Geospasial (BIG), serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Metode KSA sendiri merupakan inovasi teknologi dari BPPT yang sudah mendapatkan penghargaan dari LIPI.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, perbaikan metode perhitungan produksi beras ini sudah dilakukan sejak tiga tahun lalu. "Pak wakil Presiden menugaskan kepada kita untuk memperbaiki metode dengan metode terkini, dan yang penting adalah setransparan mungkin supaya tidak menimbulkan perdebatan," tuturnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement