Selasa 23 Oct 2018 17:46 WIB

Menkeu: Utang Pemerintah untuk Sektor Produktif

Utang untuk mendukung sektor infrastruktur, pendidikan dan kesehatan.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi pembicara pada Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (23/10/2018).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi pembicara pada Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (23/10/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, utang pemerintah pada era Joko Widodo-Jusuf Kalla digunakan untuk kegiatan produktif. Sri mengatakan, pemerintah berupaya melakukan efisiensi pengelolaan utang dan memanfaatkannya secara produktif sehingga dapat berkontribusi pada perekonomian secara optimal.

"Utang selama ini digunakan untuk sektor produktif dalam rangka mendukung pembangunan di sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan," kata Sri dalam konferensi pers "4 Tahun Pencapaian Pemerintah" di Jakarta, Selasa (23/10).

Sri menjelaskan, total alokasi anggaran dari tiga sektor tersebut terus meningkat sejak 2014 hingga 2018. Dia memerinci, anggaran infrastruktur meningkat dari Rp 157,4 triliun pada 2014 menjadi Rp 410,4 triliun pada 2018.

Anggaran infratruktur tersebut juga termasuk melalui mekanisme Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp 14,4 triliun pada 2014 menjadi Rp 184,1 triliun pada 2018.

Kemudian, anggaran pendidikan juga meningkat dari Rp 353,4 triliun pada 2014 menjadi Rp 444,1 triliun pada 2018. Selain itu, anggaran kesehatan meningkat dari Rp 59,7 triliun pada 2014 menjadi Rp 111 triliun pada 2018.

Baca juga, Luhut: Kalau Nggak Ngerti Soal Utang Nggak Usah Ngomong.

Adanya realokasi subsidi energi mendukung upaya pemerintah untuk melakukan belanja secara lebih produktif. Sri mengatakan, subsidi energi turun dari Rp 341,8 triliun pada 2014 menjadi Rp 119,1 triliun pada 2015. Selanjutnya, pagu anggaran subsidi energi terjaga di kisaran Rp 100 triliun hingga 2018.

Pengurangan subsidi energi tersebut kemudian dialokasikan pada program perlindungan sosial yang lebih tepat sasaran seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar, subsidi pangan, dan subsidi bunga kredit seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement