REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla menggelar rapat koordinasi membahas data perhitungan produksi beras. Rapat koordinasi ini untuk meningkatkan akurasi statistik beras agar pengambilan kebijakan pangan lebih tepat.
Jusuf Kalla mengatakan, persoalan ketidaksesuaian data produksi beras sudah terjadi sejak 1997 hingga saat ini. Ketidaksesuaian tersebut terjadi karena lahan sawah berkurang 1,5 persen per tahun akibat pertambahan penduduk.
"Masalah data ini kita tidak review dengan betul, sehingga kita menambah produksi terus menerus," ujar Jusuf Kalla dalam konferensi pers di kantornya, Senin (22/10).
Di sisi lain, Jusuf Kalla menjelaskan, konsumsi beras cenderung mengalami penurunan karena masyarakat mengurangi dan melakukan subtitusi konsumsi karbohidrat. Misalnya, masyarakat mulai konsumsi roti, dan mie. Oleh karena itu, sebetulnya konsumsi beras tidak sebesar rata-rata yang selama ini dipaparkan.
"Semua terigu masuk ke produk kita, kalau (kita konsumsi) mie, roti itu berarti sebenarnya konsumsi beras itu tidak sebesar rata-rata yang biasa ini," kata Jusuf Kalla.
Oleh karena itu, pemerintah mulai melakukan upaya konkrit untuk memperbaiki metodologi perhitungan beras sejak 2016. Penyempurnaan metode perhitungan produksi beras dilakukan secara komprehensif untuk seluruh tahapan. Mulai dari perhitungan luas lahan baku sawah nasional, perhitungan luas panen, perhitungan produktivitas per hektar, dan perhitungan konversi gabah kering menjadi beras.
Jusuf Kalla mengatakan, sebetulnya sudah banyak pihak yang memperkirakan bahwa data produksi beras selama ini terlalu tinggi. Adapun, Jusuf Kalla mengakui ketika dia menjadi wakil presiden periode 2004-2009, tidak segera melakukan evaluasi meskipun ketika itu perbedaan data produksi beras sudah mulai terlihat.
"Saya termasuk salah juga sebagai wapres yang lalu (2004-2009) tidak segera mengevaluasi, dan sekarang kita koreksi," ujar Jusuf Kalla.
Sejak tiga tahun lalu, pemerintah mulai memperbaiki metode perhitungan produksi beras dengan menggunakan satelit lapangan. Metode perhitungan produksi beras ini dilakukan oleh lintas kementerian/lembaga seperti Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Informasi Geospasial, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Dari hasil penyempurnaan perhitungan produksi beras yang dibahas dalam rapat tersebut, BPS melaporkan bahwa sampai dengan September 2018 data luas panen adalah sebesar 9,5 juta hektar. Dengan memperhitungkan potensi sampai Desember 2018, maka luas panen tahun 2018 diperkirakan mencapai 10,9 juta hektar.
Adapun, rapat koordinasi tersebut dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Kepala BPS Suhariyanto, dan Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko.