REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT -- Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengatakan setiap kondisi dalam dinamika perdagangan dunia memiliki aspek positif dan negatif bagi Indonesia. Ia memberi contoh tentang Amerika Serikat (AS) yang kesulitan menjual dan membeli produk akibat perang dagang dengan Cina.
"Setiap kondisi ada ancaman sekaligus peluang. Contoh AS, mereka mengalami kesulitan dalam jual dan beli," ujar saat seminar nasional bertajuk "Perkembangan dan Problematika Hukum Investasi dalam Era Perdagangan Bebas" yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram) dan Pengurus Wilayah NTB Ikatan Notaris Indonesia di Hotel Jayakarta, Lombok Barat, NTB, Senin (22/10).
Peluang ini, kata Enggar, diambil Indonesia dengan membeli kedelai dari AS. Kebijakan ini dia klaim membuat harga kedelai menjadi turun. Saat bertemu pedagang tahu dan tempe, Enggar mengaku mendengar pernyataan dari pedagang bahwa ukuran tahu dan tempe tidak sekecil yang sempat diperbincangkan publik.
Mendag mengaku memfasilitasi para importir kedelai untuk menekan perjanjian dagang dengan AS. Ia meminta para importir tidak mengambil untung terlalu banyak demi masyarakat. "Saya panggil importir, saya bilang Anda turunkan (harga), saya sudah fasilitasi untuk tandatangan kesepakatan untuk mereka, Anda tidak boleh untung banyak-banyak, akhirnya turun Rp 50," kata dia.
Tak hanya mengimpor produk dari AS, Mendag juga meminta AS membeli produk dari Indonesia sebagai bagian dari kerja sama tersebut. "Adil dong, ini negara pertama (Indonesia) ke AS untuk menyatakan saya datang untuk ambil dan beli produk kamu, kamu juga harus begitu. Alhamdulillah kenaikan tekstil kita 25 persen," ucapnya.
Enggar menyatakan, dalam menghadapi ancaman dari dampak perang dagang, Indonesia memang harus membuka diri pada sejumlah pasar, namun juga dibarengi dengan sikap kehati-hatian dalam melakukan pengendalian impor tanpa melanggar aturan.