Jumat 19 Oct 2018 16:48 WIB

YLKI Minta Meikarta Informasikan Status Pembangunannya

Konsumen membutuhkan informasi jelas mengenai kelanjutan proyek Meikarta.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Indira Rezkisari
Pekerja beraktivitas di kawasan proyek pembangunan Apartemen Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (15/10).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Pekerja beraktivitas di kawasan proyek pembangunan Apartemen Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (15/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menegaskan agar manajemen mega proyek apartemen Meikarta segera memberikan informasi kepada masyarakat mengenai status pembangunan. Karena adanya kasus hukum yang menimpa proyek tersebut akan menimbulkan kekhawatiran konsumen.

Koordinator Pengaduan dan Hukum YLKI, Sularsi mengungkapkan, bahwa sebelum terjadi kasus, YLKI telah memperingatkan masyarakat agar teliti dan waspada dalam membeli hunian yang perizinannya belum beres. Sejak peringatan publik tersebut, banyak masyarakat yang mengadu ke YLKI terkait kesulitan calon pembeli menarik kembali uang booking fee dari agen pemasaran Meikarta.

Baca Juga

"Ada konsumen yang mengadu kepada YLKI tentang booking fee-nya, di mana di dalam pemasarannya bahwa booking fee bisa refundable 100 persen. Tapi praktiknya tidak dikembalikan dan berbelit-belit, harus menunggu 6 bulan dan tidak ada kepastian," ungkap Sularsi, Jumat (19/10).

Selain aduan masyarakat terkait booking fee, juga ada mengenai KPA, serta hangusnya uang masyarakat saat membeli tidak sesuai dengan Nomor Urut Pemesanan  (NUP). YLKI telah mengirimkan surat untuk meminta kejelasan mengenai hal-hal tersebut.

Namun hingga kini pihaknya belum mendapatkan tanggapan dari manajemen proyek tersebut sejak surat dikirimkan pada April 2018 lalu. Menurut Sularsi hal ini menunjukkan kurangnya itikad baik perusahaan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Melihat kasus hukum yang menjerat manajemen proyek, YLKI memberikan beberapa saran kepada para konsumen yang mengangsur apartemen Meikarta. Sularsi menyarankan agar para konsumen menanyakan secara tertulis kepada manajemen proyek terkait dengan status pembangunan. Apakah dilanjutkan atau tidak.

Karena kalau ditunda pembangunannya atau tidak ada pembangunannya, berarti konsumen boleh melakukan penundaan pembayaran. "Tapi ini harus dilakukan secara tertulis. Jangan sampai yang jadi masalah adalah perusahaan bisa melakukan penundaan pembangunan, tetapi konsumen melakukan penundaan pembayaran malah konsumen yang disalahkan dan dikenakan pinalti. Secara legal harus dilakukan dan ditanyakan," jelasnya.

Selain itu, YLKI menegaskan agar pihak manajemen proyek Meikarta segera memberi informasi kepada masyarakat secara tertulis maupun lewat publikasi media. "Ada kewajiban dari perusahaan untuk menginformasikan secara tertulis. Ini kan konsumennya banyak sekali. Iklannya saja masif, jadi harusnya imbang dong, informasinya dari media juga," ujarnya.

Menurutnya, dirugikan atau tidak, harus ada kepastian informasi dan kepastian hukum dari pelaku usaha dalam hal ini informasi. Karena konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi langsung dari pelaku usaha.

"Sampai sekarang belum ada. Itu yang ditunggu konsumen dengan informasi itu konsumen bisa mengambil keputusan, apakah melanjutkan atau melakukan pembatalan," kata Sularsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement