Kamis 18 Oct 2018 15:07 WIB

OJK Dorong Sosialisasi Antirentenir Online

Banyak fintech yang menyalahgunakan sistem P2P untuk menjadi rentenir daring.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Fintech ( Financial Technology)
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Fintech ( Financial Technology)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong asosiasi teknologi finansial (financial technology/fintech) untuk aktif bersosialisasi pada masyarakat agar dapat menghindari jeratan 'rentenir online'. Pasalnya, peer to peer lending (P2P Lending) menempati porsi 60 persen dari total fintech yang ada di Indonesia.

Kepala Group Inovasi Keuangan Digital dan Pengembangan Keuangan Mikro OJK Triyono mengatakan, per 30 September 2018, ada 70 perusahaan fintech P2P Lending yang terdaftar. Sementara, sekitar 100-200 fintech lainnya masih tidak terdaftar.

OJK memperkirakan jumlah fintech yang menyalahgunakan sistem P2P untuk jadi rentenir online sudah banyak yang dihapuskan. Triyono mengatakan, hingga saat ini, OJK bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menjamin ekosistem P2P Lending yang sehat.

"OJK kerja sama dengan asosiasi untuk mengawasi anggotanya, juga dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menghentikan operasional fintech yang melanggar," kata dia di Senayan, Kamis (18/10).

Hingga saat ini, menurutnya, Kominfo sudah menghapus lebih dari 100 fintech ilegal. Sementara, potensi fintech mencapai 202 perusahaan. Dari 70 fintech terdaftar, dua di antaranya fintech syariah dan sisanya konvensional.

Banyaknya rentenir online dipercaya karena potensi sektor keuangan digital ini sangat tinggi. Menurut data OJK, pertumbuhannya mencapai 355 persen dengan nilai Rp 11 triliun dalam satu setengah tahun.

Triyono mengatakan, literasi dan inklusi teknologi keuangan masih rendah dan perlu peran semua pihak untuk meningkatkannya. Hal ini demi membentuk ekosistem fintech sehat yang melibatkan konsumen, produsen, hingga mediator.

"Kita bersama kembangkan asosiasi, upgrade tata kelolanya, minta membuat code of conduct yang harus melindungi kepentingan konsumen, tapi juga sekaligus bisa untuk perusahaan fintech mengembangkan bisnisnya," kata dia.

Ketua Bidang Pinjaman Cash Loan Asosiasi Fintech Indonesia, Sunu Widyatmoko, mengatakan, asosiasi telah membuat kebijakan untuk anggota. Intinya adalah mendorong transparansi untuk semua pihak, baik peminjam maupun yang memberi pinjaman.

Kebijakan tidak membolehkan adanya transaksi atau data tersembunyi. Tak hanya itu, aturan tersebut juga menjamin keamanan informasi identitas pengguna aplikasi fintech. Sunu mengatakan, asosiasi patuh pada aturan pemerintah, seperti Undang- Undang ITE.

Baca juga, Indonesia Siap Edukasi UMKM dengan Fintech

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement