REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan mengakui adanya rencana penyesuaian harga BBM jenis premium. Namun, rencana itu ditunda karena dampaknya bisa memberatkan rakyat kecil.
"Memang ada, tetapi itu tadi ada hitung-hitungan, karena ternyata setelah dilihat memberatkan rakyat kecil," kata Luhut saat ditemui di Nusa Dua, Bali, Sabtu (13/10).
Luhut memastikan BBM jenis premium ini tidak lagi memiliki banyak konsumen. Namun, ia mengatakan, harganya tetap dijaga karena Presiden Joko Widodo peduli kepada masyarakat yang hidup mendekati garis kemiskinan.
Saat ini, rencana kenaikan harga premium tersebut masih dihitung dampaknya oleh pemerintah yang terus memantau pergerakan harga minyak global. Luhut juga menegaskan kenaikan harga premium yang sempat disampaikan oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan merupakan masalah komunikasi bukan karena ada maksud lain.
Sebelumnya, Deputi Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan kenaikan harga premium diputuskan untuk ditunda. "Menteri BUMN (Rini Soemarno) sudah meminta kepada Pak Jonan untuk menunda (kenaikan harga premium)," kata Fajar.
Sebelumnya, Jonan mengumumkan bahwa pemerintah akan menaikkan harga BBM jenis premium menjadi Rp7.000 per liter untuk Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) dan Rp6.900 per liter di luar Jamali. Namun, keputusan itu dianulir dalam hitungan menit karena Presiden dikabarkan belum menyetujui kenaikan harga tersebut.
Terdapat tiga pertimbangan yang perlu diperhatikan terkait harga premium menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Ketiga hal tersebut adalah kondisi keuangan negara, kemampuan daya beli masyarakat, dan kondisi riil ekonomi.