Kamis 11 Oct 2018 15:31 WIB

Fintech Jadi Pembahasan Penting di Pertemuan IMF-Bank Dunia

bali Fintech menyediakan kerangka kerja yang berguna untuk menilai pilihan kebijakan.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Friska Yolanda
Presiden Joko Widodo bersama Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Christine Lagarde, Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Gubernur BI Perry Warjiyo  dalam peluncuran Bali Fintech Agenda di Nusa Dua, Bali pada Kamis (11/10)
Foto: Republika/Ahmad Fikri Noor
Presiden Joko Widodo bersama Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Christine Lagarde, Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam peluncuran Bali Fintech Agenda di Nusa Dua, Bali pada Kamis (11/10)

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Teknologi finansial atau financial technology (fintech) menjadi salah satu pembahasan utama dalam agenda Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali. Diskusi yang diadakan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia dalam The Bali Fintech Agenda menghasilkan 12 elemen kebijakan dalam pemanfaatan fintech serta mengelola risikonya.

Kegiatan ini merupakan satu dari 12 elemen kebijakan yang bertujuan membantu negara-negara anggota untuk memanfaatkan manfaat dan peluang kemajuan pesat dalam teknologi keuangan. Menurut Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde, fintech saat ini telah mengubah penyediaan layanan perbankan, dan dapat memberikan kemudahan untuk mengakses layanan keuangan lebih cepat.

"Ada terdapat sekitar 1,7 miliar orang dewasa di dunia tanpa akses ke layanan keuangan. Fintech dapat memiliki dampak sosial dan ekonomi yang besar bagi mereka dan seluruh masyarakat dunia pada umumnya," ujar Lagarde.

Agenda ini mengusulkan kerangka masalah yang harus dipertimbangkan negara-negara dalam diskusi kebijakan domestik mereka sendiri. Ke-12 elemen tersebut disaring dari pengalaman negara-negara anggota dan mencakup topik yang berkaitan secara luas untuk mengaktifkan fintech, memastikan ketahanan sektor keuangan, mengatasi risiko, dan mempromosikan kerjasama internasional.

"Semua negara mencoba untuk memperoleh manfaat ini, sambil juga mengurangi risiko. Kita membutuhkan kerja sama internasional yang lebih besar untuk mencapai itu, dan untuk memastikan revolusi fintech menguntungkan banyak dan bukan hanya segelintir orang," jelas Lagarde.

Bali Fintech, kata Lagarde, menyediakan kerangka kerja yang berguna bagi negara-negara untuk menilai pilihan kebijakan mereka dan menyesuaikannya dengan keadaan dan prioritas masing-masing negara.

Presiden Kelompok Bank Dunia Jim Yong Kim mengatakan, agenda Bali Fintech menyediakan kerangka kerja untuk mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama di negara-negara berpenghasilan rendah, di mana akses ke layanan keuangan rendah. "Negara-negara menuntut akses yang lebih dalam ke pasar keuangan, dan Bank Dunia akan fokus pada memberikan solusi fintech yang meningkatkan layanan keuangan, mengurangi risiko, dan mencapai pertumbuhan ekonomi inklusif yang stabil," kata Jim Yong Kim.

IMF dan Bank Dunia akan mulai mengembangkan program kerja khusus di fintech, karena sifat dan ruang lingkup kebutuhan anggota mereka menjadi lebih jelas, sebagai tanggapan terhadap Agenda Fintech Bali. Fokus awal IMF adalah pada implikasi untuk stabilitas moneter dan keuangan nasional dan global, evolusi Sistem Moneter Internasional dan jaring pengaman keuangan global.

Sebagai tanggapan terhadap Bali Fintech, Bank Dunia akan fokus menggunakan fintech untuk memperdalam pasar keuangan, meningkatkan akses yang bertanggung jawab terhadap layanan keuangan, dan meningkatkan pembayaran lintas batas dan sistem transfer pengiriman uang. Bank Dunia juga akan memanfaatkan pengalaman International Finance Corporation yang berkembang di bidang ini.

Baca juga, Jokowi: Inovasi Fintech Jangan Dibatasi Regulasi

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement