Kamis 11 Oct 2018 13:06 WIB

OJK: Indonesia Segera Mengadopsi Perekonomian Iklim

Sektor jasa keuangan Indonesia siap mendukung impelementasi perekonomian iklim

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nidia Zuraya
Sekretaris Eksekutif United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Patricia Espinosa menilai pembiayaan seperti obligasi hijau sangat penting untuk perubahan iklim di negara-negara berkembang, negara-negara miskin, atau negara-negara kepulauan.
Foto: Mutia Ramadhani/Republika
Sekretaris Eksekutif United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Patricia Espinosa menilai pembiayaan seperti obligasi hijau sangat penting untuk perubahan iklim di negara-negara berkembang, negara-negara miskin, atau negara-negara kepulauan.

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Indonesia segera mengimplementasikan prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan untuk mendukung perekonomian iklim di sektor jasa keuangan. Terkait rencana ini Indonesia akan bergabung dengan negara lain yang lebih dulu menggabungkan aksi dan sumber pendanaan untuk menekan kenaikan suhu bumi di bawah dua derajat celsius.

"Perekonomian kita sedang bertransformasi menuju perekonomian iklim, namun masih tahap awal. Kita harus berhati-hati memastikan bahwa inisiatif yang sedang dibangun ini bisa dipertahankan," kata Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida dijumpai dalam Tri Hita Karana Forum, Hotel Sofitel, Nusa Dua, Kamis (11/11).

Baca Juga

Pengembangan perekonomian iklim, menurut Nurhaida bukan hanya memperbaiki sisi suplai dan pasokan, namun juga sisi permintaan. Ini juga memerlukan regulasi dari pemerintah, insentif, transformasi ekonomi rendah karbon, termasuk subsidi dan pajak.

Nurhaida mengatakan 35 negara baru telah mengadopsi perekonomian iklim dan 17 negara di antaranya sudah membuat tata jalan perekonomian iklim berkelanjutan. Salah satu caranya adalah memperbanyak penerbitan obligasi berwawasan lingkungan atau obligasi hijau (green bond) di sektor jasa keuangan.

"Climate Bonds Initiative (CBI) menyebutkan apabila global green bond yang diterbitkan bisa mencapai 160 miliar dolar AS tahun lalu, maka kita optimistis tahun ini jumlahnya bisa menembus 210 miliar dolar AS," kata Nurhaida.

CBI sebelumnya menargetkan penerbitan obligasi hijau di Indonesia bisa mencapai tiga miliar dolar AS hingga akhir 2018 dan 10 miliar dolar AS pada 2019. Sebagai penyedia dan pengawas keuangan, OJK berkomitmen membuat peta jalan industri keuangan yang mendukung perekonomian iklim.

"Kami susun pedoman layanan industri keuangan, membantu institusi finansial mengembangkan organisasi dan produknya, serta meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang kompeten di bidang tersebut," katanya.

Baru-baru ini Lembaga Pembiayaan International Finance Corporation (IFC) pertama kalinya menerbitkan obligasi hijau, Green Komodo Bond berdenominasi rupiah untuk pasar internasional. Obligasi ini berhasil menarik minat investor dan mengumpulkan dana sebesar dua triliun rupiah.

Pembiayaannya akan digunakan untuk mengatasi perubahan iklim. Obligasi hijau bertenor lima tahun itu akan didaftarkan di Bursa Efek London dan Bursa Efek Singapura.

Sekretaris Eksekutif United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Patricia Espinosa mengatakan pembiayaan seperti obligasi hijau sangat penting untuk perubahan iklim di negara-negara berkembang, negara-negara miskin, atau negara-negara kepulauan. Mereka harus memasukkan unsur ketahanan iklim di seluruh keputusan investasi.

"Ini berarti negara-negara ini seharusnya hanya menginvestasikan uang pada proyek-proyek yang memiliki unsur ketahanan iklim dan rendah karbon," katanya dijumpai terpisah.

Espinosa menilai proyek-proyek perubahan iklim saja tidak cukup tanpa adanya konsistensi proses dari pengambil kebijakan. Keberhasilan perekonomian iklim membutuhkan kerja sama kuat antara institusi terkait. Sejumlah inisiatif regional dan internasional bisa menjadi referensi untuk mencapai jalur tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement