REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pasar finansial belakangan mengalami tantangan, di mana Rupiah menembus level Rp 15 ribu dan indeks bursa saham sulit bertahan di level 6.000. Menurut ekonom Yanuar Rizky, soal Rupiah itu ada dua faktor penyebab, yaitu teknikal pasar keuangan dan fundamental ekonomi.
"Fundamental ekonomi, postur neraca perdagangan kita kan memang rapuh, cenderung defisit. Tapi, itu tertutupi kalau uang beredar di pasar keuangan dalam posisi inflow, sehingga Kurs Rupiah kuat dan sisi daya beli impor juga bagus. Tapi, kalau teknikal uang beredarnya dalam posisi outflow, ya penyakitnya muncul," ujarnya berdasarkan rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (5/10).
Kondisi Rupiah dan IHSG mungkin sifatnya fluktuatif dan bisa bersifat jangka pendek. Namun, jika ditilik ke belakang, nyatanya Rupiah terus tergerus (Januari-September 2018/year to date).
Begitu juga dengan IHSG, yang sulit duduk manis di atas level 6.000. Linier dengan hal tersebut, cadangan devisa pun semakin terkuras. Jika dibiarkan terlalu lama, psikologi pasar juga tertekan dan akan mempertanyakan kemampuan para pemangku kebijakan ekonomi dalam mengatasi tekanan yang bertubi-tubi.
Dalam hal ini, pejabat fiskal dan moneter yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, berduet dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Selain itu, partner moneternya, yakni Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Oleh karena itu Yanuar berharap ada terobosan mikro dalam kebijakan makro. "Kalau kata saya, perlu orang yang mengerti dalam detail-detail, sehingga tidak retorika," ujarnya.
Dia memberikan contoh, mantan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat Ben Bernanke. Menurut Yanuar, Ben Bernanke merupakan seorang monetaris aliran makro, namun kebijakan Quantitative Easing (QE) adalah mikro inisiatif.
Sekadar diketahui, QE adalah salah satu instrumen moneter yang bisa dilakukan oleh bank sentral suatu negara. Tujuannya guna meningkatkan jumlah uang beredar (money supply) di pasar. Dalam hal ini, baik Darmin maupun Sri Mulyani adalah orang mumpuni dalam hal makro dan bisa memberikan rekomendasi kepada Bank Indonesia.
"Jadi, kritik saya di tim ekonomi ini perlu ada perubahan gaya bermain. Yang bisa menilai apakah perubahan gaya bermain bisa dilakukan ya Presiden kan? Daripada sibuk selfie welfie dengan Chairman IMF, kan harusnya sebagai orang-orang dengan global network yang katanya 'Top' diujilah kemampuan diplomasinya. Bantu Presidennya," ujar Yanuar.