REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Anggaran DPR Azis Syamsuddin menjelaskan, peluang revolusi industri 4.0 sangat besar apabila Indonesia mampu beradaptasi dan bertransformasi secara relevan. Generasi milenial memiliki peranan penting dalam mengisi peluang ini.
Sebab, menurut Azis, mereka merupakan kelompok masyarakat yang paling mampu beradaptasi di tengah digitalisasi industri. Ia menjelaskan, pemerintah perlu memberikan pembekalan kepada generasi milenial berupa pendidikan formal, non formal dan informal yang relevan.
Ia mencontohkan untuk menguasai bidang kecerdasan buatan, pengolahan data dan evaluasi startup yang masih kurang dimiliki anak muda Indonesia. "Karena mereka yang paling siap dan nantinya akan menghadapi tantangan lebih berat di masa depan. Tugas kita mempersiapkan mereka sebaik-baiknya," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika, Kamis (4/10).
Saat ini, pemerintah Indonesia telah menetapkan Roadmap Making Indonesia 4.0 sebagai strategi dalam mencapai target menjadi 10 besar kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2030. Jumlah penduduk yang banyak ditunjang dengan perkembangan infrastruktur dan sumber daya manusia bisa menjadi modal penting untuk melaksanakan revolusi industri 4.0.
Azis menjelaskan, dengan memanfaatkan generasi milenial, produktivitas industri akan meningkat. Idle capacity atau kapasitas menganggur juga bisa berkurang sembari menguatkan peluang dan memperbesar pasar domestik ataupun global.
Azis menilai, Indonesia memiliki kemampuan yang besar, terbukti dari empat unicorn yang berasal dari negara ini. Keberadaan mereka menunjukkan, Indonesia sudah cocok mengembangkan industri 4.0. Tapi, tetap ada beberapa tantangan seperti kesiapan infrastruktur penunjang seperti fisik, kelembagaan, regulasi dan kesiapan human capital.
Menurut Azis, DPR akan berusaha berkolaborasi dengan pemerintah untuk di satu sisi mengkatalisasi dan mewujudkan ekosistem yg tepat dan kondusif. "Namun di sis lain, kami tetap memperhatikan pengawasan dan perlindungan kepentingan, meminimalisir dampak negatif, melalui regulasi yang tepat," ujarnya.
Revolusi industri 4.0 tidak hanya mengubah industri, juga pekerjaan, cara berkomunikasi, berbelanja, bertransaksi, hingga gaya hidup. Oleh karenanya, Azis menambahkan, selain mempertahankan eksistensi usaha, pelaku bisnis juga diimbau agar memberikan dukungan pelatihan. Tujuannya agar anak bangsa akan terus beradaptasi mengikuti perkembangan dunia digital.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebutkan, Indonesia memerlukan sekitar 17 juta tenaga kerja yang melek teknologi digital pada tahun 2030. Melihat hal itu pemberdayaan sumber daya manusia menjadi kunci kemajuan Indonesia.
"Setelah pembangunan infrastruktur, kita akan melanjutkan pada pengembangan sumber daya manusia. Kita perlu menguasai bahasa-bahasa teknologi baru," ucapnya saat Investor Gathering di Jakarta.
Airlangga mengatakan, pemerintah terus berusaha untuk mensosialisasikan kepada berbagai sektor industri agar produk-produk yang dihasilkan bisa bersaing di era industri 4.0. Beberapa kegiatan pemerintah dalam mendukung Making Indonesia 4.0 diantaranya dengan mendukung usaha mikro, kecil dan menengah dengan membuat platform e-commerce dan program e-smart IKM untuk industri kecil dan menengah agar dapat menembus pasar ekspor melalui platform digital.
Tidak hanya itu, pemerintah juga tengah menyusun regulasi mengenai Audit Teknologi Industri (ATI) untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan aset teknologi yang dimanfaatkan industri di Indonesia.
"Sejauh ini, Ada beberapa sektor industri yang memiliki potensi yang sangat cerah dengan menerapkan industri 4.0, yaitu food & beverages, chemical, textile, otomotif dan elektronik," kata Airlangga.