REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) mendorong para kontraktor untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) konstruksi. Peningkatan K3 jadi salah satu amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengatakan, K3 jadi salah satu aspek yang harus terus diperhatikan agar penyelenggaraan konstruksi di Tanah Air semakin membaik. Dia mengatakan, beberapa kasus kecelakaan kerja dan kegagalan bangunan tak hanya mencelakai pekerja, namun juga publik, merusak harta benda, lingkungan, dan mengganggu progres proyek itu sendiri.
Dia ingin ada upaya-upaya perbaikan nyata dalam sistem penyelenggaraan proyek, termasuk oleh asosiasi kontraktor. "Kedisiplinan pada prinsip K3 konstruksi dan pada standar operasional prosedur (SOP) harus ditegakkan. Tidak boleh ada toleransi dalam hal ini demi mencapai zero accident," kata Syarif saat membuka Munas ke VI Asosiasi Pengusaha Konstruksi Indonesia (Aspekindo) Tahun 2018, di Jakarta, Kamis (27/9), berdasarkan keterangan pers. Munas Aspekindo mengangkat temat 'Mengambil Peran dalam Implementasi UU No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi'.
UU Jasa Konstruksi mengamanatkan setiap penyelenggaraan jasa konstruksi, pengguna jasa, dan penyedia jasa, wajib memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan. Standar yang dimaksud adalah standar mutu bahan, mutu peralatan, keselamatan dan kesehatan kerja, prosedur pelaksanaan jasa konstruksi, mutu hasil pelaksanaan jasa konstruksi, standar operasi dan pemeliharaan, perlindungan sosial tenaga kerja, hingga pengelolaan lingkungan hidup.
Selain soal K3, Kementerian PUPR juga menyoroti rantai pasok konstruksi. Saat ini, kondisi badan usaha jasa konstruksi di Indonesia masih didominasi usaha kecil (85 persen), usaha menengah (14 persen), dan kategori besar hanya 1 persen. Struktur usaha juga belum berimbang karena jumlah sertifikat badan usaha (SBU) spesialis hanya 4 persen, sisanya adalah generalis. Rasio kontraktor spesialis dan kontraktor umum yang sangat rendah tersebut memiliki dampak terhadap pekerjaan kontruksi, antara lain tingkat produktivitas kerja rendah, kualitas produk konstruksi buruk, banyaknya angka kecelakaan, dan daya saing rendah.
"Di masa mendatang, usaha jasa konstruksi yang bersifat spesialis harus dikembangkan karena produktivitas dan kualitas menentukan daya saing infrastruktur yang pada gilirannya menentukan pula daya saing bangsa di kancah Internasional," katanya.
Syarif juga mengingatkan agar material peralatan konstruksi produksi dalam negeri harus ditingkatkan. "Jika masih bisa menggunakan produk dalam negeri, utamakan dulu, jika memang tidak ada baru gunakan dari luar," ujar Syarif.
Ketua DPN Aspekindo Tumpal SP Sianipar mengatakan, pihaknya siap mendukung kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 2 tahun 2017. "Kami yakin Aspekindo baik masa bakti lalu maupun yang akan terpilih setelah munas akan bersama pemerintah dan masyarakat konstruksi memajukan sektor konstruksi," ungkap Tumpal.