Selasa 25 Sep 2018 13:45 WIB

LPS Pantau Pergerakan Dana Pihak Ketiga

Kondisi keuangan global saat ini berubah karena berhentinya pelonggaran kuantitatif.

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah.
Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus memantau pergerakan dana pihak ketiga dari bank yang pindah ke luar negeri (capital outflow). Hal ini bertujuan untuk mengetahui kondisi likuiditas dalam konteks menjaga stabilitas ekonomi.

Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah ditemui usai menghadiri LPS Research Fair 2018 di Jakarta, Selasa (25/9), menjelaskan bahwa hasil pemantauan belum menemukan adanya gerakan capital outflow yang luar biasa. "Kalau ada nasabah pindah dari satu bank ke bank lain memanfaatkan suku bunga yang lebih tinggi, itu biasa. Kami akan memantau apakah pergerakan dana pihak ketiga dalam batas yang aman atau tidak," kata dia.

Halim mengatakan LPS juga akan mengambil langkah penyesuaian tingkat bunga penjaminan apabila memang faktor capital outflow disebabkan oleh perbedaan suku bunga. "Orang menaruh uang di perbankan itu tidak hanya karena faktor suku bunga saja," ujar dia.

Halim menegaskan otoritas sektor keuangan di Indonesia berusaha untuk menjaga stabilitas, termasuk LPS. Dalam konteks menjaga stabilitas ini, otoritas tersebut mempertimbangkan adanya keseimbangan baru karena kondisi likuiditas, suku bunga dunia, dan kebutuhan akan likuiditas dalam negeri berbeda.

Ia menjelaskan kondisi keuangan global berubah karena AS, Eropa, dan negara-negara lain menghentikan kebijakan moneter pelonggaran kuantitatif (quantitative easing/QE). "Likuiditas yang disebarkan perlahan mereka tarik kembali, dampaknya suku bunga dunia naik. Kalau kondisi ini berjalan, artinya keseimbangannya berubah lagi," kata Halim.

Ketika kondisi semacam itu terjadi, suku bunga harus dinaikkan mengikuti acuan bank sentral di AS. Kurs rupiah juga terpaksa akan melemah karena uang yang masuk ke Indonesia kembali ke negara asal.

Hal tersebut menyebabkan likuiditas berkurang padahal kebutuhan likuiditas di Indonesia masih tinggi karena pembangunan yang membutuhkan banyak dana.

Otoritas moneter kemudian berusaha mengimbangi hal tersebut agar penarikan dana ke luar negeri jangan menganggu kestabilan ekonomi. "Gejolak terjadi karena orang sedang berhitung kembali mempelajari situasi," kata Halim.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement