Senin 24 Sep 2018 12:11 WIB

Inpres Sawit Diharapkan Tingkatkan Kesejahteraan Petani

Hal yang dapat dioptimalkan melalui inpres ialah produktivitas kebun sawit rakyat.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Friska Yolanda
Foto udara perkebunan kelapa sawit di Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan, Kamis (13/9). Kementerian Perdagangan memberlakukan Bea Keluar (BK) untuk produk  crude palm oil (CPO) asal Indonesia US$0 per ton untuk September karena turunnya harga referensi produk CPO penetapan BK periode September 2018 pada level 603,94 dolar AS per metrik ton (MT) melemah 28,23 dolar AS.
Foto: Nova Wahyudi/Antara
Foto udara perkebunan kelapa sawit di Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan, Kamis (13/9). Kementerian Perdagangan memberlakukan Bea Keluar (BK) untuk produk crude palm oil (CPO) asal Indonesia US$0 per ton untuk September karena turunnya harga referensi produk CPO penetapan BK periode September 2018 pada level 603,94 dolar AS per metrik ton (MT) melemah 28,23 dolar AS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petani sawit masih mengalami berbagai persoalan berkenaan dengan rendahnya produktivitas kebun sawit, minimnya akses modal, harga jual Tandan Buah Segar (TBS) rendah yang disebabkan oleh overproduksi, akses crude palm oil (CPO) fund yang tidak tepat sasaran dan lainnya. Padahal, tepat hari ini merupakan Hari Tani Nasional (HTN) yang bisa dijadikan momen refleksi.

Direktur Eksekutif Sawit Watch Inda Fatinaware mengatakan, HTN merupakan hari lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. Belum lama ini, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit baru dikeluarkan pemerintah. Inpres ini diharapkan menjadi pintu masuk perbaikan tata kelola kebun sawit di Indonesia. 

Inpres Nomor 8 Tahun 2018 menjadi langkah awal yang baik bagi pemerintah untuk memperbaiki tata kelola kebun sawit di Indonesia, termasuk untuk kesejahteraan petani sawit. Melalui siaran pers, ia melanjutkan, inpres ini juga diharapkan dapat memberikan dampak pada perbaikan kondisi bagi petani sawit. 

"Beberapa hal yang bisa didorong melalui inpres ini adalah dengan mengoptimalkan produktivitas kebun sawit rakyat yang ada serta pemberian subsidi melalui CPO Fund kepada petani," ujar Inda.

Kepala Desk Kampanye Sawit Watch Maryo Saputra Sannudin menambahkan, selain pelaksanaan Inpres, yang perlu dikawal dan pantau bersama agar dapat terimplementasikan dengan baik adalah rencana kebijakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkelapasawitan yang harus segera dihentikan.

Pada dasarnya, RUU Perkelapasawitan yang diinisiasi oleh DPR RI sejak 2016 lalu tidak berbicara mengenai kesejahteraan petani sawit. "Pihak yang justru diuntungkan dari lahirnya undang-undang ini adalah Korporasi. Korporasi akan mendapat keringanan pajak, pembebasan bea dan cukai dan sebagainya," kata dia.

Sementara kebutuhan petani sawit justru tidak terakomodasi di dalamnya. Untuk itu, ia pun dengan tegas meminta pembahasan RUU dihentikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement