Ahad 23 Sep 2018 16:22 WIB

Bio Farma Tingkatkan Komponen Dalam Negeri

Saat ini produk vaksin sangat memerlukan penanganan khusus.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Maman Sudiaman
Direktur Utama Bio Farma, M. Rahman Roestan
Foto: dok. Bio Farma
Direktur Utama Bio Farma, M. Rahman Roestan

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Direktur Utama PT Bio Farma M Rahman Roestan mengatakan pihaknya saat ini tengah berupaya memerhatikan aspek kemandirian. Kemandirian dimaksud yakni penerapan bahan baku produk vaksin khususnya dari dalam negeri.

Untuk itu, Rahman memastikan Bio Farma terus meningkatkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). “Ini agar tercipta kemandirian produk vaksin nasional, termasuk tantangan kami dalam memasuki negara tujuan ekspor yang memiliki risiko ekonomi, risiko politik dan risiko infrastruktur,” kata Rahman dalam pernyataan tertulis yang diterima Republika, Ahad (23/9).

Terlebih, menurut Rahman saat ini produk vaksin sangat memerlukan penanganan khusus. Beberapa di antaranya mulai vaksin dikirim dari pabrik sampai tiba ke pelanggan yang harus ditangani dengan suhu tertentu.

Sementara itu, Direktur Pemasaran Bio Farma Sri Harsiteteki mengatakan pihaknya sudah menerapkan strategi marketing diplomasi untuk peningkatan ekspor. “Pada 2018 ini kami sudah berkomunikasi dengan beberapa duta besar dan bekerja sama dengan atase perdagangan dan promosi yang akan ditempatkan di beberapa negara seperti Indonesia Trade Promotion Centre (ITPC),” jelas Sri.

Sri menuturkan, saat ini hanya sekitar 30 produsen vaksin yang sudah mendapatkan kualifikasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) salah satunya Bio Farma. Sri mengatakan Bio Farma merupakan yang terbesar di Asia Tenggara dilihat dari jenis produk dan kapasitas.

Selain itu, menurut Sri, Bio Farma juga menjadi rujukan centre of excellence bagi produsen vaksin di negara Islam. “Sebagai BUMN memiliki peran yang sangat strategis untuk turut serta melakukan percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, dalam upaya percepatan dan kemandirian pengembangan produk biopharmaceutical dan vaksin,” ungkap Sri.

Di antara negara negara Islam yang tergabung didalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI), Sri menegaskan hanya ada tujuh negara yang memiliki produsen vaksin. Di antara tujuh negara tersebut, kata Sri, hanya Indonesia yang diakui WHO untuk vaksin program imuniasi dasar.

photo
Sri Harsi Teteki, direktur Pemasaran, beserta tim marketing ekspor Bio Farma meninjau produk vaksin yang akan diekspor ke Papua New Guinea.

Bahkan, menurut Sri, Saudi Arabia telah meminta kerjasama distribusi vaksin dan transfer teknologi vaksin. “Ini untuk memenuhi vaksin imunisasi dasar yang dibutuhkan di regional negara negara Teluk,” tutur Sri.

Dengan begitu, Sri mengatakan terjadi peningkatan ekspor ke Saudi Arabia dan negara negara anggota OKI dalam tiga tahun terakhir. Tercatat pengiriman ekspor Bio Farma ke sejumlah 11 juta dolar AS pada 2015 dan meningkat menjadi 22 juta dolar AS pada 2016 lalu menjadi 31 juta dolar AS pada 2017.

“Dengan total kapasitas produksi lebih dari 2 miliar dosis per tahun. Komposisi produksi tersebut adalah masing-masing 60 persen untuk kebutuhan dalam negeri dan 40 persen untuk kebutuhan ekspor,” jelas Sri.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement