Sabtu 22 Sep 2018 11:01 WIB

Pengamat Bicara Beras Impor

Faisal Basri: Tadinya ada rekomendasi, sekarang seperti air bah (impornya)

Red: EH Ismail
Ilustrasi pasokan beras
Ilustrasi pasokan beras

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Silang pendapat soal impor beras beras antara Dirut Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) dan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita masih terus menghangat. 

Dirut Bulog Budi Waseso atau Buwas saat melakukan pengecekan ketersediaan beras di dua pasar induk Ibukota, Pasar Induk Jaya Kramat Jati dan Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jumat (14/9) mengatakan, mengapa hanya sedikit beras Operasi Pasar (OP) Bulog yang terserap. Alasannya stok beras di pasar masih banyak. Dari tugas OP yang diterima Bulog sebanyak 15 ribu ton per hari, hanya 2 ribu-3 ribu ton saja yang terserap setiap harinya.

Menjawab pernyataan Buwas, Direktur Utama Food Station Tjipinang Jaya, Arief Prasetyo menyatakan, ini terjadi karena pasokan beras dari daerah masih relatif stabil. Pedagang belum menjual beras Bulog.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman menjelaskan, stabilitas pasokan beras di musim kemarau terjadi karena langkah-langkah antisipatif yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) menjelang musim kering.

Mengenai anggaran, Pengamat kebijakan publik Digipol Strategic Indonesia, Nur Fahmi BP menilai, Kementerian Pertanian (Kementan) selama ini telah optimal dalam mengelola anggaran. Ia memberi contoh beberapa komoditas pertanian mampu mewujudkan keberhasilan panen sehingga mendukung ekspor untuk menambah pendapatan negara. Indikator lainnya bisa dievaluasi dari meningkatnya nilai tukar petani (NTP) sebagai bentuk kesejahteraan.

"Lihat saja data yang dirilis BPS terakhir. Lalu menurunnya juga angka penduduk miskin di desa yang mayoritas adalah petani pekerjaannya," jelas Fahmi.

Anggaran Kementan pada 2018 sebesar Rp23,82 triliun, sebagian besar dialokasikan untuk program Kementan, seperti target peningkatan produksi, penurunan angka kemiskan pedesaan, capaian ekspor dan lainnya.

Sebaliknya, ekonomi Indonesia kini terbebani dengan kebijakan impor. Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri sempat menyebut, Indonesia banyak kebobolan karena kebijakan impor yang dimudahkan Menteri Perdagangan.

"Tadinya ada rekomendasi, sekarang tidak ada. Jadi seperti air bah sekarang (impornya)," kata Faisal di Jakarta beberapa waktu lalu.

Kebobolan yang dimaksud Faisal adalah derasnya impor yang membuat kinerja neraca perdagangan defisit. Defisit neraca perdagangan berpengaruh pada neraca pembayaran yang pada akhirnya mempengaruhi nilai tukar rupiah.

Saling tunjuk hidung untuk mengevalusi Menteri ini bermula dari desakan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Ekonom Rizal Ramli agar Presiden Joko Widodo segera mencopot Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita lantaran isu impor. Rizal menyebut sudah saatnya Enggar dicopot dari jabatannya terkait dengan kebijakan impor beras.

Sebagai informasi pada April lalu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap sembilan kesalahan soal impor pangan di Kemendag. Temuan itu tercatat dapal Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2017, terhadap pengelolaan tata niaga impor pangan tahun anggaran 2015 – Semester I 2017.

Tujuan dari pemeriksaan untuk menilai Sistem Pengendalian Internal (SPI) serta kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan atas pelaksanaan rapat terbatas, penetapan alokasi impor, penerbitan perizinan impor, pelaporan realisasi impor serta monitoring dan evaluasi impor untuk komoditas pangan berupa gula, beras, sapi, dan daging sapi, kedelai serta garam.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement