Jumat 21 Sep 2018 06:57 WIB

Dolar AS Melemah karena Perang Dagang Mereda

Indeks dolar AS yang mengukur dolar terhadap enam mata uang utama turun 0,7 persen

Petugas menghitung uang pecahan dolar Amerika Serikat di gerai penukaran mata uang asing. ilustrasi
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Petugas menghitung uang pecahan dolar Amerika Serikat di gerai penukaran mata uang asing. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kurs dolar AS melemah di seluruh papan perdagangan pada Kamis (20/9) atau Jumat (21/9) pagi WIB. Pelemahan dolar AS karena kekhawatiran perang dagang berkurang setelah Amerika Serikat dan Cina pekan ini mengumumkan tarif impor baru yang tidak sekeras perkiraan.

Dolar AS telah menjadi penerima manfaat utama dari meningkatnya ketegangan terkait perdagangan dalam beberapa bulan terakhir. Para investor bertaruh greenback akan menguat dengan mengorbankan mata uang berisiko.

Setelah reaksi negatif spontan terhadap tarif baru yang diumumkan oleh Washington dan Beijing pekan ini, pasar mata uang telah menjadi lebih tenang, dengan para pedagang mengatakan mereka memperkirakan sengketa tersebut tidak akan menyebabkan goncangan global, setidaknya untuk saat ini.

Dengan berita seperti data ekonomi AS terbaru yang solid dan kemungkinan kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve minggu depan telah diperhitungkan. "Bullish dolar AS berjuang untuk alasan lain guna mendorong greenback lebih tinggi," kata para analis.

"Pasar menyadari, setidaknya dalam jangka pendek, tidak akan ada lebih banyak keuntungan keluar dari dolar AS," kata Shaun Osborne, kepala strategi valas Scotiabank di Toronto.

Euro menguat 0,93 persen terhadap greenback, hari terbaik sejak 21 Agustus. Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama, turun 0,7 persen pada level terendahnya sejak awal Juli.

Mata uang emerging market atau negara-negara berkembang pada Kamis (20/9) dan indeks mata uang emerging market MSCI naik 0,49 persen ke level tertinggi tiga minggu. "Ini cukup jelas bahwa dolar AS melemah bahkan ketika imbal hasil AS sedang meningkat dan spread melebar atau melebar dalam mendukung dolar AS terhadap berbagai mata uang," kata Osborne.

Yang pasti, beberapa pelaku pasar percaya bahwa pelemahan dolar AS mungkin cepat berlalu. "Saya tidak berpikir ini menandai tren penurunan baru dan jika itu saya pikir itu akan cukup singkat karena perbedaan suku bunga masih penting dan fundamental AS secara relatif masih cukup kuat," kata Tim Graf, Kepala Strategi Makro di State Street Global Markets.

Minggu depan, Federal Reserve diperkirakan akan menaikkan biaya pinjaman acuan dan menjelaskan lebih lanjut tentang jalur suku bunga berikutnya.

Para pedagang juga memperhatikan KTT Uni Eropa di Salzburg, Austria, di mana para pemimpin Uni Eropa memperingatkan Perdana Menteri Inggris Theresa May pada Kamis (20/9) bahwa dia perlu memberikan jaminan di perbatasan Irlandia sebelum mereka akan memberinya kesepakatan Brexit yang diinginkannya.

Poundsterling naik 0,99 persen terhadap dolar AS, didorong oleh optimisme sekitar kemungkinan kesepakatan Brexit dan data penjualan ritel Inggris yang mengalahkan perkiraan. Dolar Australia, proxy untuk perdagangan terkait Cina serta barometer sentimen risiko yang lebih luas, naik 0,37 persen, mendekati level tertinggi tiga minggu.

Dolar Kanada menguat ke level tertinggi dalam lebih dari tiga bulan terhadap mitra AS, karena investor menunggu tanda-tanda kesepakatan untuk merubah pakta perdagangan NAFTA.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement