Ahad 16 Sep 2018 13:28 WIB

Industri Manufaktur Diprediksi Makin Bergairah

Pengusaha meminta iklim usaha yang kondusif untuk meningkatkan kinerja industri.

Rep: intan pratiwi/ Red: Dwi Murdaningsih
Pekerja memproduksi aluminium di PT Handal Aluminium Sukses (HAS) di Cirebon, Jawa Barat, Rabu (25/4). PT HAS yang merupakan anak usaha Hyamn Group merupakan industri manufaktur produksi aluminium extruwion yang mampu memenuhi kebutuhan domestik sebesar 600 ton.
Foto: Dedhez Anggara/Antara
Pekerja memproduksi aluminium di PT Handal Aluminium Sukses (HAS) di Cirebon, Jawa Barat, Rabu (25/4). PT HAS yang merupakan anak usaha Hyamn Group merupakan industri manufaktur produksi aluminium extruwion yang mampu memenuhi kebutuhan domestik sebesar 600 ton.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja industri manufaktur nasional diyakini semakin bergairah seiring keberpihakan pemerintah yang terus mengeluarkan kebijakan-kebijakan pro-bisnis. Capaian positif itu misalnya terlihat dari data indeks manajer pembelian (purchasing manager index/PMI) Indonesia pada Agustus 2018 yang meroket hingga level 51,9 atau naik dibanding perolehan bulan Juli di angka 50,5.

“PMI naik adalah bagian dari investasi di capital goods (barang modal) yang meningkat, dan tentunya juga akan memberikan hasil produktivitas yang optimal sehingga dapat memacu daya saing industri manufaktur,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Bidang Perdagangan, Benny Soetrisno, Ahad (16/9).

Sebagai pengusaha, Benny percaya program dan kebijakan yang dilakukan pemerintah saat ini sudah dalam jalur yang tepat. Apabila langkah itu diikuti pemerintah daerah tingkat I dan II, hasilnya akan maksimal. “Sangat penting untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi terciptanya aktivitas industrialisasi,” ujarnya.

Menurutnya, semua upaya strategis yang dilakukan pemerintah bertujuan menciptakan ekonomi yang kompetitif dan memberikan kemampuan pengusaha untuk lebih banyak membuka lapangan pekerjaan. Apalagi dengan adanya Making Indonesia 4.0 sebagai strategi dan peta jalan yang jelas untuk siap memasuki revolusi industri generasi keempat.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menyampaikan, PMI Indonesia mampu naik pada Agustus 2018 sejalan dengan kinerja di sektor industri makanan dan minuman yang mengalami peningkatan. “Setelah sempat ada perlambatan karena hari libur panjang Lebaran, tetapi memang mulai terlihat menggeliat lagi di Agustus,” kata dia.

Kementerian Perindustrian mencatat, pada triwulan II tahun 2018, pertumbuhan industri makanan dan minuman mencapai 8,67 persen atau melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,27 persen. Bahkan, sektor industri makanan dan minuman mampu memberikan kontribusi tertinggi terhadap PDB industri pengolahan nonmigas hingga 35,87 persen.

"PMI kita yang meningkat di Agustus 2018 bisa menjadi indikasi permintaan meningkat di bulan-bulan berikutnya,” ungkap Adhi. Sepanjang tahun ini, Gapmmi memproyeksi industri makanan dan minuman bisa tumbuh di atas 10 persen atau lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang sebesar 9,23 persen.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan, PMI Indonesia yang naik menjadi momentum baik bagi pelaku industri untuk terus berekspansi. “Artinya, kita melihat bahwa industri manufaktur kita sedang bergeliat,” ucap dia.

Data PMI yang dirilis oleh Nikkei merupakan ukuran kinerja sektor manufaktur yang berasal dari hasil survei sebanyak 400 perusahaan. Adapun lima indikator indeks yang menjadi bobot penilaian, yaitu pesanan baru, hasil produksi, jumlah tenaga kerja, waktu pengiriman dari pemasokbahan baku, dan stok barang yang dibeli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement