Jumat 14 Sep 2018 15:08 WIB

BI Masih Intervensi Pasar untuk Stabilkan Rupiah

BI masih mempertimbangkan menaikkan kembali suku bunga acuan pada bulan ini.

Rupiah Melemah di Akhir Pekan. Pialang mengamati pergerakan nilai tukar Rupiah di Global market PermataBank, Jakarta, Jumat (13/7).
Foto: Republika/ Wihdan
Rupiah Melemah di Akhir Pekan. Pialang mengamati pergerakan nilai tukar Rupiah di Global market PermataBank, Jakarta, Jumat (13/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) masih melangsungkan kombinasi kebijakan moneter termasuk intervensi pasar agar nilai tukar rupiah bergerak ke rentang fundamentalnya. Dalam beberapa hari terakhir, rupiah bergerak dalam tren menguat di level Rp 14.800.

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan Bank Sentral melihat tekanan ekonomi eksternal masih membayangi pergerakan nilai tukar rupiah. BI, ujarnya, terus mewaspadai tekanan ekonomi eksternal dengan melancarkan intervensi ganda dan juga mempertimbangkan opsi kenaikan suku bunga acuan. 

"Kami masih kombinasi dari situ. Jadi kalau kami masih intervensi artinya kami masih lihat dulu rupiah belum stabil," kata Dody pada Jumat (14/9).

Intervensi ganda BI dilakukan di pasar valuta asing dan di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Bank Sentral membeli SBN yang dilepas investor asing di pasar sekunder.

Baca juga, Pergerakan Rupiah Tertahan Sentimen The Fed

Pernyataan Dody muncul di tengah tren penguatan rupiah, namun Dody menyebutkan nilai tukar belum sesuai fundamentalnya. Penguatan nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir banyak disebabkan tekanan ekonomi global yang mereda dan nilai dolar AS yang melemah.

Berkurangnya tekanan global itu juga berhasil membawa modal asing kembali ke instrumen keuangan Surat Berharga Negara pemerintah. "Walaupun secara nett masih ada dana keluar, tapi beberapa hari ini sudah mulai masuk," katanya.

Dody tidak memungkiri bahwa Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang, masih dihadapkan pada potensi-potensi gejolak perekonomian global. Sumber gejolak yang paling sulit dikalkulasi adalah perang dagang global antara Negara Paman Sam dan Cina yang terus berkelindan dan memicu aksi retaliasi (pembalasan) satu sama lain. Selain itu, dampak dari krisis mata uang Lira Turki dan Argentina juga masuk radar Bank Sentral.

Indonesia sudah menaikkan suku bunga acuannya lima kali dengan dosis 1,25 persen pada tahun ini guna menangkal tekanan terhadap rupiah. Selain itu, cadangan devisa sejak akhir 2017 hingga akhir Agustus 2018 ini telah menurun 12,3 miliar dolar AS yang salah satu penggunaannya untuk keperluan stabilisasi nilai tukar rupiah, berdasarkan perhitungan merujuk data BI.

Dody mengatakan BI masih mempertimbangkan opsi kenaikan suku bunga acuan pada September 2018 dengan menyesuaikan terhadap perkembangan data ekonomi terbaru. BI akan menggelar rapat dewan gubernur untuk memutuskan kebijakan terbaru pada 26-27 September 2018.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement