Kamis 13 Sep 2018 16:57 WIB

BI Ungkap Alasan Asumsi Kurs Rupiah 2019 Kisaran Rp 14.300

Situasi pasar keuangan pada 2019 dinilai lebih terkontrol.

Red: Nur Aini
Petugas menghitung pecahan dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta,Ahad (2/9).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas menghitung pecahan dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta,Ahad (2/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan, asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada 2019 didasarkan pada situasi pasar keuangan yang diprediksi lebih terkontrol.

"Kami perkirakan situasi pasar keuangan pada 2019 lebih controllable, sehingga kami memberikan proyeksi APBN Rp 14.300 sampai Rp 14.700," ujar Mirza saat rapat kerja membahas asumsi dasar makro RAPBN 2019 di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/9).

Mirza menjelaskan, kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral AS The Federal Reserve yang diperkirakan oleh BI akan terjadi dari level 2 persen menjadi 3,25 persen. Menurutnya, gejolak yang terjadi di global tidak akan sebesar saat suku bunga acuan The Fed atau Fed Fund Rate (FFR) naik dari 0,25 persen menjadi 2 persen.

Selain itu, rencana Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) yang akan menaikkan suku bunga acuannya pada 2019 mendatang, juga tidak akan banyak berpengaruh terhadap negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

"Terkait sinyal dari ECB kapan akan kurangi likuiditasnya, pasar perkirakan Eropa mulai naikkan suku bunga di semester kedua 2019," ujarnya.

"Tapi berdasarkan pengalaman, kenaikan suku bunga AS lebih berpengaruh terhadap emerging markets dibandingkan policy dari ECB atau Bank of Japan. Melihat hal tersebut, kenaikan suku bunga AS dari 2 ke 3,25 diharapkan lebih controllable," kata Mirza.

Sementara itu, terkait kebijakan bank sentral menghadapi ketidakpastian global, Mirza menyebutkan BI masih akan tetap menerapkan kebijakan moneter ketat ke depannya.

"Karena AS juga terus masih akan naikkan suku bunga, bisa 0,75 persen, 1 persen atau 1,25 persen, dan negara-negara tetangga juga akan menaikkan suku bunga acuannya, kami akan tetap 'ahead the curve', kami tetap 'hawkish'," ujar Mirza.

Pada pertengahan Agustus 2018 lalu, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia kembali memutuskan untuk menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,5 persen. Bank sentral menyebutkan, keputusan tersebut konsisten dengan upaya untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman.

Sejak Mei 2018, Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 1,25 persen dari 4,25 persen menjadi 5,5 persen.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement