REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Indef Nailul Huda menilai, industri teknologi finansial (tekfin) efektif dalam membantu penyaluran permodalan untuk sektor usaha mikro. Ini lantaran persyaratan meminjam yang lebih mudah dibandingkan perbankan.
Nailul menjelaskan, pelaku usaha mikro sangat banyak yang unbankable, sehingga sulit mendapatkan permodalan dari bank. " Mereka pasti akan mencari alternatif pembiayaan," ujar Nailul, di Jakarya, Rabu (12/9).
Ia menambahkan alasan lain pelaku usaha kecil mencari alternatif pembiayaan kepada perusahaan tekfin adalah karena bisa menghindarkan para pengusaha mikro dari jeratan rentenir.
Karena itu, Nailul mengharapkan adanya kerja sama antara perbankan dengan industri tekfin, khususnya yang berbasis pembiayaan, agar masyarakat kecil mendapat kemudahan mengakses dana untuk memulai maupun mengembangkan usaha.
"Bank sulit menjangkau yang UMKM ini, khususnya mikro. Itu adalah kelebihan dari tekfin. Kalau bisa dikolaborasikan, bagus sekali," kata Nailul.
ia mengungkapkan lini perdagangan eceran, yang rata-rata unit usahanya adalah mikro, merupakan sektor terbesar yang mendapatkan pembiayaan dari tekfin, yaitu sebanyak 70 persen.
Jika mengacu pada data OJK per Juni 2018 yang menyatakan aliran pinjaman dari berbagai penyelenggara jasa tekfin telah mencapai Rp7,64 triliun, maka sebanyak Rp 5,35 triliun atau 70 persen mengalir ke pedagang eceran.
Meski angka tersebut terlihat besar, namun pelaku UMKM di Indonesia masih kesulitan mendapatkan kredit pembiayaan dari sumber-sumber konvensional untuk mendorong perkembangan bisnis.
Data International Finance Corporation (IFC) menyatakan kesenjangan pembiayaan untuk sektor usaha kecil dan menengah mencapai 166 miliar dolar AS atau sekitar 19 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB) pada 2017. Selain itu, pinjaman perbankan ke sektor usaha mikro rata-rata baru mencapai sekitar 13-14 persen.
Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih juga mengatakan, industri tekfin bisa menjadi alternatif pilihan bagi pelaku usaha mikro untuk memperoleh pembiayaan.
"Pelaku mikro itu sering mengeluh karena mereka itu tidak bankable dari sisi agunan, sisi kolateral, kemudian juga suka diminta berbagai persyaratan arus kas dan lainnya. Mereka kesulitan," katanya.
Ia menambahkan peraturan di industri tekfin yang lebih longgar bisa menjadi salah satu penunjang perusahaan pembiayaan berbasis simpan pinjam sebagai pelengkap peran perbankan dalam menyalurkan dana ke usaha mikro.
Namu, Lana mengingatkan penyelenggara jasa tekfin juga harus berhati-hati memberikan pinjaman ke usaha mikro, karena risiko gagal bayar pada sektor ini cukup besar.
Sebelumnya, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hendrikus Passagi mengatakan transaksi peminjaman lewat tekfin paling tinggi terdapat di kisaran pukul 01.00-06.00 WIB serta tempat peminjam di pasar maupun terminal.
"Jadi bisa ditebak siapa yang pinjam? Yaitu mereka yang butuh dana cepat untuk menambah modal untuk jualan sayur di pasar atau pedagang pulsa di terminal," katanya.
Nominal pinjaman juga sangat bervariasi dengan rata-rata pinjaman menunjukkan nominal untuk pelaku usaha mikro, yaitu kisaran Rp 2 jutaan.