Kamis 06 Sep 2018 04:29 WIB

BI Minta Masyarakat tak Perlu Khawatir Pelemahan Rupiah

Pengusaha importir paling terdampak pelemahan rupiah.

Petugas menghitung pecahan dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta,Ahad (2/9).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas menghitung pecahan dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta,Ahad (2/9).

REPUBLIKA.CO.ID, MANOKWARI -- Kepala Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Papua Barat Donny Heatubun mengimbau masyarakat tidak khawatir atas pelemahan nilai mata uang rupiah atas dolar Amerika. Ditemui di Manokwari, Rabu (5/9), Donny mengatakan, pelemahan rupiah tidak akan berdampak kepada masyarakat luas, termasuk di Papua Barat.

"Selama kita masih belanja dengan rupiah penghasilan dengan rupiah tidak akan ada efek. Apalagi barang-barang yang kita konsumsi kita gunakan kebanyakan komoditas atau produk domestik atau lokal, kurs mau berapa pun tidak akan ada dampak," kata dia.

Menurutnya, yang paling banyak menerima dampak atas pelemahan rupiah adalah pengusaha terutama importir. Pelemahan rupiah berdampak terhadap harga barang impor yang harus mereka bayar.

Disisi lain, pelemahan kurs rupiah berimbas positif terhadap ekspor. Sebab harga yang diberlakukan dalam perdagangan global adalah dolar Amerika. "Pengusaha yang ekspor barang keluar negeri senang dia, karena mendapat pembayaran yang lebih besar dibanding sebelum dolar naik atas rupiah," ujarnya.

Presiden Joko Widodo menyebut pelemahan kurs mata uang rupiah belakangan ini terjadi didominasi oleh persoalan eksternal bukan domestik. Indonesia saat ini masih jauh lebih tangguh dibanding negara-negara maju dan berkembang lain dalam menghadapi dinamika perekonomian global.

Meskipun demikian, BI bersama pemerintah dan lembaga terkait lainya terus berusaha agar rupiah terus stabil.

Donny mengutarakan, pelemahan rupiah antara tahun 2017-2018 belum separah tahun 1997-1998. Rupiah kala itu terdepresiasi hingga 254 persen, sementara 2017-2018 hanya terdepresiasi 11 persen.

"Inflasi Agustus 2018 3,2 persen (yoy) dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2018 mencapai 5,27 persen (yoy). Pada Agustus 1998 inflasi mencapai 78,2 persen (yoy) dengan pertumbuhan ekonomi pada semester II  -13,34 persen (yoy)," kata dia

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement