REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi melemah sebesar 25 poin menjadi Rp 14.920 dibandingkan posisi sebelumnya Rp 14.895 per dolar AS. Sentimen negatif mendorong pelemahan rupiah.
Chief Market Strategist FXTM, Hussein Sayed mengatakan maraknya sentimen negatif di pasar membuat mata uang negara berkembang, termasuk rupiah kembali mengalami depresiasi. Sentimen tersebut di antaranya perang dagang serta harga minyak mentah yang meningkat.
"Ketegangan perang dagang serta tingginya harga minyak memperbesar masalah di pasar keuangan negara berkembang," katanya, Rabu (5/9).
Ia mengatakan, harga minyak mentah jenis Brent mendekati 80 dolar AS per barel. Diharapkan, harga minyak kembali ke rentang 60-70 dolar AS per barel guna mencegah kekhawatiran pasar terhadap perekonomian di pasar berkembang.
Sentimen negatif akan bertambah bagi pasar negara berkembang apabila The Fed tidak memperlambat laju pengetatan kebijakan moneternya. Menurut dia, salah satu reaksi yang dapat dilakukan pemerintah adalah menerapkan tindakan penghematan meski dapat menahan laju ekonomi yang lebih tinggi.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan di tengah sentimen negatif rupiah yang tinggi saat ini, akan cukup mudah rupiah menembus level baru di atas Rp 15.000 per dolar AS. "Kemungkinan pelemahan berlanjut mendekati pertemuan the Fed 24-26 September mendatang. Namun, pelemahan ini kemungkinan sementara karena nilai tukar itu menunjukkan overshooting di mana harga dolar AS sudah sangat mahal dalam mata uang rupiah," katanya.