REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, fundamental ekonomi Indonesia masih kuat di tengah fluktuasi kurs dolar AS. Satu-satunya kelemahan Indonesia adalah defisit transaksi berjalan.
"Kita fundamental ekonominya masih oke dan kuat. Satu-satunya kelemahan kita hanya transaksi berjalannya defisit dan defisitnya 3 persen," kata Darmin di halaman Istana Negara Jakarta, Selasa (4/9), seusai menemui Presiden Joko Widodo.
Darmin menjelaskan, faktor fundamental itu dinilai dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi Indonesia. Menurut Darmin, defisit transaksi berjalan pun masih lebih kecil dibanding 2014 yang mencapai 4,2 persen.
Untuk mengurangi defisit transaksi berjalan, Darmin menambahkan, pemerintah terus memperkuat sektor riil, seperti industri pariwisata, pertambangan, dan ekspor industri.
Selain itu, Menko meminta masyarakat tidak membandingkan kenaikan kurs dolar AS yang terjadi saat ini dengan krisis moneter pada 1998.
"Jangan bandingkan Rp 14 ribu sekarang dengan Rp 14 ribu pada 20 tahun yang lalu. Dua puluh tahun yang lalu itu berangkatnya dari Rp 2.800, naik Rp 14 ribu. Dan, sekarang dari Rp 13 ribu naik ke Rp 14 ribu," ujar Darmin menegaskan.
Darmin menilai, kebijakan ekonomi makro yang diimplementasikan oleh pemerintah masih efektif. Kurs dolar terkonsolidasi mendekati tingkat tertinggi dalam satu pekan terhadap sejumlah mata uang negara lain pada perdagangan Senin (3/9).
Baca juga, Mau Sampai Kapan Rupiah Melemah?
Nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang menguat pada Selasa pagi (4/9). Nilai tukar dolar AS terhadap rupiah berada pada Rp 14.816.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, gejolak keuangan yang terjadi di Argentina dan Turki telah menimbulkan sentimen negatif terhadap negara-negara berkembang lainnya. Hal itu pula yang membuat nilai tukar rupiah tertekan.
Menurut dia, gejolak di Argentina dan Turki tidak akan selesai dalam waktu dekat. "Kita harus antisipasi bahwa tekanan ini akan terus berlangsung," kata Sri di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/9). Kemarin, Sri bersama para menteri ekonomi bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk membahas kondisi perekonomian terkini.
Sri menjelaskan, penguatan fundamental ekonomi akan dilakukan dengan mengurangi defisit neraca pembayaran. Sebab, ujar Sri, salah satu kelemahan Indonesia di mata para pelaku pasar adalah neraca pembayaran yang masih defisit.