REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amerika Serikat (AS) mengajukan tuntutan retaliasi sebesar 350 juta dolar AS atau setara Rp 5 triliun untuk Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Dengan begitu, AS bisa menerapkan tarif bea masuk untuk produk apapun.
Namun, pada 20 Agustus lalu AS memutuskan menunda tuntutan retaliasi ke WTO setelah Indonesia merevisi empat kebijakan impor. Penundaan dilakukan hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
Baca juga, Indonesia Kembali Dipaksa Tunduk oleh Amerika Serikat
Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai tuntutan retaliasi yang diajukan AS ini hanya bersifat gertakan agar Indonesia membuka keran impor seluas-luasnya. Kendati demikian, menurutnya, Indonesia tetap harus memperkuat posisinya di perdagangan internasional.
"Diplomasi perdagangan harus diperkuat," ujar Faisal, Ahad (2/9). Lebih lanjut ia menuturkan, banyak kebijakan AS yang bertentangan dengan aturan WTO.
Terkait kebijakan impor yang telah direvisi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menerapkan Pajak Penghasilan (Pph) atau bea masuk untuk beberapa produk impor. Saat ini Kemenkeu masih membahas produk-produk impor apa saja yang akan dikenakan bea masuk.