REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan perlakuan khusus terhadap kredit dan pembiayaan syariah dari perbankan untuk debitur atau proyek yang berada di lokasi bencana alam di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan, perlakuan khusus tersebut berupa pelonggaran aturan restrukturisasi, penilaian kualitas kredit atau pembiayaan syariah, dan atau pemberian kredit atau pembiayaan syariah baru di seluruh kabupaten atau kota di Pulau Lombok. Perlakuan khusus tersebut juga diberikan untuk Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat.
Data yang dikumpulkan sampai 21 Agustus 2018, terdapat 39.341 debitur perbankan yang terkena dampak. Nilai kreditnya sebesar Rp 1,52 triliun pada 15 bank umum dan 17 Bank Perkreditan Rakyat (BPR). "Perlakuan khusus terhadap kredit/pembiayaan syariah Bank mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 45/POJK.03/2017 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank Bagi Daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam," ujar Anto.
POJK tersebut di antaranya berisi, pertama penilaian kualitas kredit meliputi penetapan kualitas kredit berplafon maksimal Rp 5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan membayar pokok dan/atau bunga. Sementara itu bagi kredit dengan plafon di atas Rp 5 miliar, penetapan kualitas kredit tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku, yaitu PBI No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Selanjutnya, penetapan kualitas kredit bagi BPR didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga.
Kedua mengenai kualitas Kredit yang direstrukturisasi, meliputi kualitas kredit bagi bank umum maupun BPR yang direstrukturisasi akibat bencana alam ditetapkan lancar sejak restrukturisasi sampai jangka waktu Keputusan Dewan Komisioner. Lalu restrukturisasi kredit tersebut dapat dilakukan terhadap kredit yang disalurkan baik sebelum maupun sesudah terjadinya bencana.
Ketiga soal pemberian kredit baru terhadap debitur yang terkena dampak. Hal itu meliputi, bank dapat memberikan Kredit baru bagi debitur yang terkena dampak bencana alam. Lalu penetapan kualitas kredit baru di atas dilakukan secara terpisah dengan kualitas kredit yang telah ada sebelumnya.
Keempat, untuk pemberlakuan ke bank syariah perlakuan khusus terhadap daerah yang terkena bencana alam berlaku juga bagi penyediaan dana berdasarkan prinsip syariah. Hal itu mencakup pembiayaan (mudharabah dan musyarakah), piutang (murabahah, salam, istishna), sewa (ijarah), pinjaman (qardh), dan penyediaan dana lain.
Selain itu, terdapat 20 perusahaan di Industri Keuangan Nonbank (IKNB) yang juga terkena dampak. "Pada umumnya, perusahaan IKNB yang terdampak adalah perusahaan perasuransian dan perusahaan pembiayaan," ujar Anto.
Bagi perusahaan oembiayaan, kata dia, OJK mendorong untuk melakukan pendataan debitur yang terdampak gempa dan mengalami kesulitan pembayaran angsuran. Dengan begitu perusahaan pembiayaan dapat memberikan relaksasi kepada debitur, di antaranya berupa rescheduling pembayaran angsuran, diskon biaya administratif, dan atau penghapusan denda akibat keterlambatan pembayaran angsuran.
Selanjutnya, perusahaan pembiayaan diminta melaporkan secara berkala kepada OJK mengenai progres penanganan restrukturisasi debitur yang tertimpa musibah. Bagi perusahaan perasuransian, OJK mendorong pendataan para tertanggung atau pemegang polis asuransi yang mengalami kerugian akibat gempa bumi.
Dengan begitu dapat segera dilakukan proses penanganan klaim secara profesional. Kemudian jika diperlukan, melakukan jemput bola untuk meringankan beban pemegang polis yang tertimpa musibah.
"OJK akan terus melakukan pemantauan serta evaluasi terhadap perkembangan kondisi daerah yang terdampak bencana. OJK juga akan mengambil langkah-langkah lanjutan yang diperlukan," kata Anto.