REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Ekonom dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Lukman Hakim mengatakan langkah Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan "seven day reverse repo rate" atau suku bunga acuan sudah tepat untuk mempertahankan investor di dalam negeri. Menurutnya, kebijakan ini dapat menahan para investor untuk mempertahankan investasinya di dalam negeri.
"Hal itu juga menjaga depresiasi mata uang rupiah agar tidak makin terpuruk akibat kondisi perekonomian global yang belum stabil," katanya di Solo, Kamis (23/8).
Terkait dengan kenaikan suku bunga acuan tersebut BI melakukannya secara bertahap. Kenaikan beberapa waktu lalu sebesar 25 basis point (bps) menjadi 5,5 persen.
"Strategi ini dapat mengantisipasi capital outflow karena pemodal betah," katanya melanjutkan.
Berita terkait:
Meski demikian, dikatakannya, langkah tersebut juga memberikan dampak negatif khususnya terhadap sektor riil. Hal ini mengingat perbankan pasti juga akan melakukan penyesuaian suku bunga.
Ia mengatakan akibat kebijakan tersebut, biaya produksi bagi pelaku usaha akan ikut membengkak. Selain itu, penyaluran kreidit dan non performing loan (NPL) atau angka kredit macet berpotensi mengalami kenaikan.
"Dengan adanya kenaikan suku bunga ini tentu pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat," katanya.
Pekan lalu, Bank Indonesia menaikkan lagi suku bunga acuan menjadi 5,5 persen. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, keputusan tersebut konsisten dengan upaya untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan mengendalikan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) dalam batas yang aman. Defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2018 tercatat mengalami kenaikan menjadi tiga persen dari PDB.