Senin 20 Aug 2018 08:29 WIB

Pemerintah Disarankan Revisi Target Penerimaan Pajak 2019

Penyumbang pajak tertinggi, sektor manufaktur, pertumbuhannya tengah melambat.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Friska Yolanda
Pelepasan Ekspor Manufaktur. Kapal kontainer ukuran raksasa CMA CGM mengisi muatan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/5).
Foto: Republika/ Wihdan
Pelepasan Ekspor Manufaktur. Kapal kontainer ukuran raksasa CMA CGM mengisi muatan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, pemerintah perlu memperbaiki target penerimaan pajak pada 2019. Menurut Bhima, ketika ekonomi sedang melambat target penerimaan pajak perlu  direlaksasi atau diturunkan.

"Target penerimaan pajak masih overshoot dan rentan terjadi shortfall," kata Bhima ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (19/8).

Untuk diketahui, pemerintah menetapkan target penerimaan pajak sebesar Rp 1.572 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Penerimaan Negara (RAPBN) 2019. Angka itu tumbuh 10,4 persen dari target 2018 sebesar Rp 1.424 triliun. Namun, jika melihat proyeksi penerimaan pajak 2018 yang sekitar Rp 1.351 triliun, maka target pertumbuhan penerimaan pajak itu sebesar 16,4 persen.

Baca juga, Pemerintah Yakin Target Pajak Rp 1.582 Triliun Terpenuhi

Bhima mengatakan, otoritas pajak juga masih sulit untuk mengandalkan program pertukaran informasi Automatic Exchange of Information (AEoI). Hal ini mengingat, perbankan baru menyetorkan nama wajib pajak pada 2018 dan proses penyidikan butuh waktu sekitar dua hingga tiga tahun.

Selain itu, dari sisi sektor penyumbang pajak paling besar yakni sekitar 31 persen adalah sektor industri manufaktur. Pertumbuhan manufaktur, kata Bhima, saat ini tengah melambat karena pelemahan rupiah dan konsumsi yang rendah.

"Karena masih tahap pembahasan, target penerimaan pajak bisa di revisi, yang penting dunia usaha ekspansi dulu di 2019. Jangan diberi beban pajak yang tinggi," kata Bhima.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement