Rabu 15 Aug 2018 23:52 WIB

Analis: Rupiah Masih Bisa Melemah Meski Suku Bunga Naik

Investor masih melihat adanya risiko di pasar uang negara berkembang

Rep: Dedy Darmawan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mendengarkan pertanyaan wartawaan usai menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur di kantor pusat BI, Jakarta, Rabu (15/8). BI memutuskan menaikkan suku bunga acuan BI 7-days repo rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,5 persen
Foto: Sigid Kurniawan/Antara
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mendengarkan pertanyaan wartawaan usai menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur di kantor pusat BI, Jakarta, Rabu (15/8). BI memutuskan menaikkan suku bunga acuan BI 7-days repo rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,5 persen

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Riset Pasar dan Strategi Mata Uang FXTM Jameel Ahmad mengatakan, nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar AS masih bisa melanjutkan pelemahan kendati Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan. Hal itu disebabkan investor pasar uang yang masih melihat adanya risiko di pasar uang negara berkembang.

“Berita bahwa Bank Indonesia menaikkan suku bunga saat ini dipandang sebagai upaya yang jelas untuk memberikan kelonggaran terhadap rupiah. Namun, kondisi pasar tetap menantang,” kata Jameel dalam keterangan resmi diterima Republika.co.id, Rabu (15/8) sore.

Seperti diketahui, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan 7-Days Reverse Repo Rate (7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen. Keputusan tersebut ditempuh sebagai upaya untuk meningkakan daya tarik pasar keuangan domestik di mata investor. Dengan demikian, diharapkan pelemahan rupiah sejak akhir tahun lalu bisa ditekan.

Baca: BI Minta Korporasi tidak Borong Valas

Kurs Tengah Bank Indonesia mencatat, hingga hari Rabu (15/8) rata-rata rupiah diperdagangkan sebesar Rp 14.621 per dolar AS, menguat 4 poin dibanding perdagangan hari sebelumnya. Mengutip Bloomberg, di Pasar Spot, rupiah menguat tipis 0,05 persen menjadi Rp 14.576 per dolar AS.

Adapun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga penutupan perdagangan pukul 16.00 wib menguat 0,18 persen menjadi 5.816,590. Level tersebut merupakan angka tertinggi sepanjang perdagangan hari ini. Jameel menilai, penguatan tersebut sebagai efek dari kebijakan bank sentral yang menaikkan suku bunga acuan.

Namun, Jameel melanjutkan, kondisi pasar keuangan global masih tetap berisiko. Disatu sisi, sentimen negatif terhadap pasar keuangan di kawasan negara berkembang masih menghantui pelaku pasar. Sebab, kondisi pasar negara berkembang masih tak menentu imbas dinamika pasar global yang kian tinggi.

“Sampai ketegangan perang dagang dan risiko geopolitik masih terjadi, ada kemungkinan tekanan mata uang pada emerging market akan terus berlanjut,” ujar dia.

Hal itu berarti bahwa prospek rupiah ke depan masih berpotensi melanjutkan pelemahan. Hal ini sebagai akibat dari selera investor yang terbatas untuk melakukan pembelian mata uang negara berkembang.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, bank sentral akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkai untuk menjaga stabilitas ekonomi. Disatu sisi, koordinasi yang kuat diharapkan meningkatkan ketahanan terhadap kondisi eksternal yang masih dalam kondisi ketidapastian tinggi.

“Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan dan prospek perekonomian domestik maupun global, untuk memperkuat respons bauran kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement