Selasa 14 Aug 2018 16:43 WIB

Pertumbuhan Ekonomi Semester II Masih Didominasi Konsumsi

Secara pola, triwulan kedua merupakan masa di mana ekspansi terbesar terjadi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Dua petugas listrik desa (lisdes) sedang menarik jaringan kabel di Desa Kamiri, Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, Senin (15/1). PLN Wilayah Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat (Sulselrabar) menginvestasikan anggaran Rp 2,4 triliun untuk menerangi 500 desa di wilayah tersebut melalui program listrik desa (lisdes) 2018.
Foto: dok PLN
Dua petugas listrik desa (lisdes) sedang menarik jaringan kabel di Desa Kamiri, Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, Senin (15/1). PLN Wilayah Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat (Sulselrabar) menginvestasikan anggaran Rp 2,4 triliun untuk menerangi 500 desa di wilayah tersebut melalui program listrik desa (lisdes) 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho memprediksi, pertumbuhan ekonomi di Indonesia sampai akhir tahun masih bisa bertahan di atas lima persen dengan maksimal 5,3 persen. Tapi, kontribusi terbesar berasal dari konsumsi masyarakat, sedangkan investasi akan stagnan bahkan menurun.

Secara pola, triwulan kedua merupakan masa di mana ekspansi investasi terbesar harusnya terjadi mengingat ada momen besar seperti Lebaran. "Masuk ke triwulan ketiga dan keempat, nilai investasi akan menurun. Ini sudah seperti sebuah pola," tutur Andry ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (14/8).

Andry menilai, stagnannya realisasi investasi karena investor masih menahan keinginan untuk ekspansi sampai pemilihan presiden (pilpres) 2019. Gejolak politik yang terus terjadi menjadi pertimbangan utamanya. Baik itu Joko Widodo (Jokowi) atau Prabowo Subianto yang terpilih, tidak akan berpengaruh banyak.

Baca juga, Lima Faktor Penyebab Turunnya Investasi Versi Indef

Dengan kondisi tersebut, Andry pesimistis pertumbuhan ekonomi bisa melampaui 5,3 persen. Ditambah, kurs juga masih tertekan dan sentimen negatif terhadap neraca berjalan yang semakin defisit. "Ini memberikan beban untuk investasi yang berdampak ke pertumbuhan ekonomi," ucapnya.

Untuk menghadapi ini, Andry menganjurkan pemerintah benar-benar melihat apa yang dibutuhkan oleh investor dan pengusaha. Saat ini, pemerintrah sudah memberikan instant regulation melalui insentif fiskal seperti tax holiday. Tapi, pada kenyataannya, kebijakan tersebut tidak berpengaruh besar.

Menurut Andry, yang dibutuhkan oleh investor dan penguasaha adalah murahnya harga energi dan tidak ada pembatasan terhadap impor bahan baku untuk keperluan industri. "Pemerintah jangan stop total impor bahan baku. Jangan sampai, ketika dibatasi justru pengaruhnya ke produksi yang ada di sektor manufaktur," tuturnya.

Poin prioritas lain adalah pemerintah memastikan regulasi yang ada saat ini maupun nanti akan dibuat tidak akan membingungkan investor. Andry memberikan contoh Online Single Submission (OSS). Sejumlah pihak masih kebingungan apakah mereka yang sudah terdaftar di Pendaftaran Terpadu Satu Pintu (PTSP) harus mendaftarkan diri lagi ke OSS atau bagaimana. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement